Lihat ke Halaman Asli

Erik Tapan

Social Media Health Consultant

Bagaimana Rumah Sakit JCI Melindungi Pasien dari Vaksin Palsu

Diperbarui: 15 Juli 2016   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo JCI

Keselamatan pasien / Patient Safety merupakan tujuan utama dari akreditasi Rumah Sakit standard Internasional JCI atau Joint Commission International. Sehubungan dengan beredarnya informasi mengenai adanya Vaksin Palsu, berikut penjelasan dr Ferdy Tiwow MS, Direktur Korporat Grup RS Awal Bros, kelompok RS peraih JCI dengan jumlah terbanyak dalam satu grup di Indonesia.

Latar belakang pemilihan Standard JCI

Saat ditanya, kenapa JCI yang dipilih, bukan standard-standard internasional lainnya, Ferdy menjelaskan bahwa meskipun aspek-aspek dalam standard JCI itu banyak, tapi pada umumnya sebagian besar untuk keselamatan pasien. 

Standar JCI mengukur bagaimana Rumah Sakit menerapkan cara-cara yang aman untuk meminimalkan kejadian yang bisa mengancam keselamatan pasien (patient safety). Sebelumnya, masih menurut dokter lulusan FK UNSRAT Manado tersebut, Grup RS Awal Bros menggunakan standard yang lebih banyak mengukur kelengkapan administrasi/dokumentasi. JCI dipilih karena lebih memperhatikan keselamatan pasien.

Bagaimana Rumah Sakit yang terakreditasi JCI bisa melindungi pasiennya dari penggunaan Vaksin Palsu

Rumah Sakit yang telah terakreditasi JCI sudah menerapkan standard yang disebut Supply Chain Management dalam menyeleksi pembelian obat, alat kesehatan (alkes) dan vaksin. Proses seleksi ini sudah dimulai dari saat produksi (di pabrik obat/ farmasi), saat berada di distributor hingga rantai distribusi di dalam rumah sakit itu sendiri.

Contohnya, rumah sakit akan memilih obat yang diproduksi oleh pabrik obat / farmasi yang telah memenuhi standard Good Manufacturing Practise (GMP) / Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Rumah sakit juga akan memilih dan bekerjasama dengan perusahaan distributor yang telah menjalankan proses distribusi sesuai dengan pedoman Good Distribution Practise (GDP) atau Tata Cara Distribusi Obat yang Benar. Begitu juga dengan perlakuan produk tersebut di dalam rumah sakit hingga diberikan ke pasien. Tentu semuanya dilakukan dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk memastikan hal-hal di atas, pihak yang ingin bekerjasama dengan rumah sakit harus bersedia untuk dikunjungi tim dari Rumah Sakit untuk melihat apakah benar standard-standard tersebut telah dijalankan.

Saat berkunjung ke perusahaan distribusi, pihak rumah sakit harus meninjau apakah  memenuhi persyaratan, seperti: 

    • Distributor memiliki ruang penyimpanan obat yang berpengatur suhu dan kelembaban sehingga dapat menjamin kualitas obat dan/atau bahan obat selama dalam penyimpanan
    • Produk tidak terekspos suhu yang tinggi, kelembaban yang tinggi,  sinar matahari langsung dan hujan
    • Distributor memiliki orang-orang yang akan mengawasi proses distribusi / apoteker
    • Distributor memiliki prosedur untuk mengenal obat-obat kadaluarsa
    • Distributor memiliki prosedur untuk re-call (penarikan kembali)
    • Distributor memiliki prosedur untuk bisa melihat dan  memisahkan apakah obat itu fake (palsu) atau diverted (dikemas kembali)
    Selain hal-hal di atas, pengawasan juga terus dilakukan hingga proses distribusi dari gudang distributor ke gudang rumah sakit. Distributor harus menerapkan manajemen mutu yang baik sehingga dapat dipastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Secara praktis penerapan distribusi yang baik, seperti: memastikan kendaraan yang dipakai memenuhi syarat higienis dan sanitasi, tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi (misalnya kemasan termal, kontainer yang suhunya dikontrol dan kendaraan berpendingin)

Untuk memastikan kondisi transportasi yang benar dipertahankan antara fasilitas distribusi dan pelanggan, rumah sakit  harus mendapatkan data suhu pada saat serah terima obat dan/atau bahan obat, menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.

Di pihak RS sendiri, RS harus memiliki kemampuan untuk mengidentifkasi produk fake (palsu) atau diverted (dikemas ulang), karena itu pihak RS harus memiliki contoh-contoh produk asli beserta hologramnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline