Oleh : Erik Suhendra
Perekonomian dunia pada saat ini telah dikendalikan oleh satu sistem yang legal, dibawah kendali The fed sebagai otoritas yang membuat kebijakan dan berbagai pengendali moneter lain misalnya, IMF, World Bank, dan lain sebagainya. Sistem ekonomi pada hari ini berkembang, akan tetapi tidak bertumbuh atau bisa jadi bertumbuh akan tetapi pertumbuhanya semu.
Sistem perekonomian dunia yang ada sekarang tidak akan pernah mencapai cita-citanya, jika didalam sistem tersebut sangat banyak sekali kerancauan atau spekulasi yang membuat keuntungan segelintir orang saja. Salah satunnya ada sistem teori three pillar of evil, atau kalau kita terjemahkan yaitu tiga pillar setan. Dikarenakan tiga pillar tersebut membuat kekacauan pada perekonomian dunia dengan sistem yang diada-ada. Tiga pillar itu adalah, fiat money, FRR, dan Interest.
Uang kertas adalah salah satu alat tukar atau alat pembayaran yang revolusioner, jika pada jaman dahulu didalam suatu pasar hanya mengandalkan atas nilai barang yang ia punya, kemudia ia tukarkan dengan barang lain yang kita anggap butuh, atau biasa yang kita sebut dengan sistem barter. Sistem uang kertas tersebut mempunyai nilai yang palsu. Kertas yang mulanya tidak memiliki nilai apapun jikalau kita bandingan dengan barter, dimana barang itu jelas-jelas mempunya nilai, akan tetapi kertas itu hanya ada legalitas dari pengendali sistem moneter, yang pada hakekatnya sekali lagi uang kertas tidak ada nilainya sama sekali. Namun begitu uang merupakan hal terpenting sekarang ini untuk keberlangsungan kegiatan perekonomian.
Hadir pemikir Islam yang begitu fenomenal pada masanya yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi al-Ghazali, yang lebih dikenal al-Ghazali. Ia adalah sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif, dan menarik perhatian dunia, baik kalangan muslim hingga non-muslim. Para pemikir barat pun banyak dipengaruhi oleh pemikiran al-Ghazali. Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana pemikiran Al-ghazali dalam barter dan evolusi uang.
Al-ghazali menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari suatu permasalahan yang timbul dari pertukaran barter. Ia juga membahas berbagai akibat negatif dari pemalsuan dan penurunan nilai mata uang, sebuah observasi yang mendahului observasi serupa bebarapa abad kemudian yang dilakukakan oleh Nicholas Oresme, Thomas Gresham, dan Richard Cantillon.
1. Problema Barter dan Kebutuhan Terhadap Uang
Al-ghazali mempunyai wawasan yang sangat luas atas kesulitan yang timbul dari perlakuan barter dari satu sisi dan di sisi lain, signifikasi uang dalam kehidupan umat manusia. Secara detail beliau menjabarkan sebagai berikut:
"penciptaan dirham dan dinar (koin emas dan perak) adalah salah satu karunia Allah. Semua transaksi ekonomi didasari dengan dua jenis uang ini. Dinar dan dirham adalah logam yang tidak memberikan manfaat secara langsung. Namun orang membutuhkanya untuk ditukar dengan barang lain yang beragam. Kadangkala seseorang membutuhkan barang yang tidak dimilikinya dan ia memiliki barang yang tidak dibutuhkanya. Contohnya, seseorang memiliki kunyit, tetapi ia membutuhkan unta untuk transportasi. Orang lain yang mempunyai unta tetapi tidak membutuhkanya sekarang, tetapi ia menginginkan kunyit. Bagaimanapun juga, harus ada ukuran untuk mempertukarkan kedua objek tersebut, karena pemilik unta tidak dapat menyerahkan untanya dalam bentuk utuh untuk dipertukarkan dengan sejumlah kecil kunyit. Tidak ada kesamaan antara keduanya yang memungkinkan kita menentukan jumlah yang sama menyangkut berat dan bentuknya. Barang-barang ini tidak memiliki kesetaraan untuk diperbandingkan secara langsung sehingga kita tidak dapat mengetahui berapa banyak kunyit yang harus disediakan supaya setara dengan nilai unta. Transaksi barter seperti ini sangat sulit. Barang-barang ini memerlukan media yang dapat menentukan nilai tukarnya secara adil. Bila tempat dan kelasnya dapat diketahui dengan pasti, menjadi mungkin untuk menentukan mana barang yang memiliki nilai yang sama dan mana yang tidak. Jadi ditentukanlah bahwa misalnya seekor unta sama dengan 100 dinar dan kunyit sejumlah tertentu sama dengan 100 dinar. Karena masing-masing barang tersebut sama dengan sejumlah dinar tertentu, kedua jumlah tersebut satu sama lain. Namun, dinar dan dirham itu tidak dibutuhkan semata-mata karena 'logamnya'. Dinar dan dirham diciptakan untuk dipertukarkan dan untuk membuat aturan pertukaran yang adil dan untuk membeli barang-barang yang memiliki kegunaan. Sesuatu (seperti uang) dapat dengan pasti dikaitkan dengan sesuatu yang lain jika sesuatu itu tidak memiliki bentuk atau fitur khususnya sendiri contohnya cermin tidak memiliki warna, tetapi dapat memantulkan semua warna."
Penjelasan tersebut menunjukan bahwa Al-Ghazali mempunyai wawasan yang sangat komprehensif mengenai berbagai problema barter yang dalam istilah modern disebut sebagai:
- Kurang memiliki angka penyebut yang sama (lack of comon denominator,
- Barang tidak dapat dibag-bagi (indivisibility of goods), dan
- Keharusan adanya dua keinginan yang sama (double coincidence of wants).
Al-Ghazali menegaskan bahwa evolusi uang terjaid hanya karena kesepakatan dan kebiasaan (konvensi), yakni tidak akan ada masyarakat tanpa pertukaran barang dan tidak ada pertukaran yang efektif tanpa ekuivalensi, dan ekuivalensi demikian hanya dapat ditentukan dengan tepat bila ada ukuran yang sama.