Lihat ke Halaman Asli

Hobi Aneh, Mengenal Biodata Pesawat Sebelum Terbang

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai salah satu penggemar pesawat dan keluarganya, saya sering melakukan hobi yang mungkin cukup jarang dilakukan banyak orang ketika akan menaiki sebuah pesawat dan mungkin terkesan aneh. Ketika sedang di ruang tunggu sebagian orang mungkin akan menghabiskan waktu untuk bersantai, membaca, mendengarkan musik atau bermain dengan sosial media mereka masing-masing. Saya juga biasanya melakukan itu, namun ada sebuah hal yang rutin saya lakukan ketika akan terbang dimana saya mencoba mengintip nomor registrasi pesawat yang akan membawa saya tersebut. Ya, saya mengintip nomor registrasinya dan kemudian menuliskannya di google serta mencocokannya. Nomor registrasi pesawat dari apa yang pernah saya lihat biasanya terdapat pada bagian belakang pesawat sebelah kiri dan kanan (berdekatan dengan pintu paling belakang), pada sayap pesawat menengadah baik keatas dan kebawah dan ada yang dibawah sayap, serta pada bagian roda pesawat.

Sebagai informasi, masing-masing negara didunia mengeluarkan nomor registrasi pada pesawat-pesawat yang dimiliki oleh perusahaan penerbangan asal negara tersebut. Konon berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari berbagai sumber di internet apabila kita melongok sejarahnya, kode tersebut adalah merupakan callsign yang dialokasikan pada London International Radiotelegraphic Conference pada tahun 1913 yang kemudian berkembang dan diadopsi oleh ICAO dan ditetapkan sebagai kode registrasi pesawat mengacu pada Chicago Convention pada article 40 dan ICAO Annex 7. Kode registrasi pesawat untuk perusahaan penerbangan sebagai contoh maskapai milik Indonesia seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Indonesia Airasia, Sriwijaya Air, Susi Air, dll menggunakan kode registrasi berawalan 2 huruf “PK”. Registrasi “PK” atau singkatan dari Pays Koloni sendiri sebenarnya diperuntukan untuk Hindia-Belanda (nama Indonesia saat penjajahan dahulu) dimana pertama kali digunakan oleh KNILM (maskapai penerbangan Hindia Belanda/Klonijklije Nedelandsch Indische Lutchvaart Maatshapij) yang kemudian tetap digunakan oleh pemerintah Republik Indonesia hingga saat ini. Sementara itu, kode registrasi pesawat yang dimiliki perusahaan penerbangan negara lain seperti Singapura adalah 9V, Amerika Serikat berkode N, Jepang berkode JA, Thailand memiliki kode HS, Vietnam VN serta Belanda adalah PH, dan sebagainya.

Atas apa yang saya lakukan ini dan setelah mesin pencari google saya manfaatkan, saya akan mendapatkan gambaran atas pesawat tersebut seperti usia pesawat ini, kapan pesawat ini terbang pertama kali, telah digunakan maskapai apa saja selama ini, metamorfosis livery pesawat ini dari waktu ke waktu atau dari maskapai ke maskapai dan apabila tidak salah dapat juga melihat seberapa sering pesawat ini digunakan dalam kesehariannya. Beberapa website untuk mengecek gambaran pesawat ini yang ditampilkan oleh Google biasanya adalah www.flightradar24.com,www.airfleets.netwww.planespotters.net. Menurut saya hal ini cukup menarik sehingga pada saat kita akan terbang kita setidaknya sudah mengetahui beberapa hal tentang pesawat tersebut.

Kali pertama saya menggunakan pesawat adalah Airasia Indonesia, kala itu di tahun 2009 untuk penerbangan dari Jakarta CGK ke Yogyakarta JOG dimana pada saat itu saya ingat betul pesawat yang membawa saya kala itu adalah pesawat yang saat ini jatuh di Selat Karimata, Peraian Laut Jawa yaitu pesawat Airasia Indonesia berkode registrasi PK-AXC. Karena itu pengalaman terbang pertama kali bagi saya maka saya videokan perjalanan dalam penerbangan tersebut dimana video dapat dilihat di link ini.  Maka dari itu saya sangat kaget ketika melihat breaking news di televisi bahwa pesawat yang jatuh tersebut adalah PK-AXC, pesawat yang pertama kali membawa saya mengudara. Saya mendo’akan semoga seluruh korban dapat segera ditemukan dan diterima amal ibadahnya oleh Tuhan YME serta keluarga korban diberikan ketabahan.

Saya sangat berterima kasih dengan Airasia karena pada saat pengalaman terbang pertama saya kala itu Airasia menggunakan pesawat yang masih sangat baru dengan usia sekitar 6 bulan kala itu sehingga memberikan kenyamanan tersendiri bagi saya yang baru pertama kali naik pesawat. Dan selama ini beberapa kali naik pesawat di Indonesia dari berbagai maskapai rata-rata pesawat tersebut memiliki umur yang masih muda.

Manfaat lainnya mengetahui kode registrasi pesawat yang kita tumpangi adalah kita bisa mengetahui riwayat kecelakaan pesawat yang kita naiki. Sebagai contoh saya pernah menggunakan Sriwijaya Air dari Jakarta CGK to Yogyakarta JOG, pada saat itu saya belum bisa mengecek kode registrasi karena kondisi malam hari sehingga ekor tidak dapat terlihat. Setelah masuk kedalam pesawat dan pesawat ini lepas landas selain saya merasakan kerahaman kru penerbangan yang sangat baik dan snack yang disajikan Sriwijaya Air ini, saya juga merasakan bahwa pesawat ini sudah cukup berumur dari interior dan beberapa kondisi lainnya diantaranya terdapat suara-suara yang saya dengar jarang saya dengarkan ketika menggunakan maskapai lainnya. Dan setelah pesawat ini mendarat dengan selamat dan sempurna di Yogyakarta saya mencatat nomor registrasi pesawat tersebut apabila tidak salah nomor PK-CKN dan ternyata pesawat yang saya gunakan tersebut di tahun 2011 pernah mengalami kecelakaan di Bandara Adi Sutjipto yaitu tergelincir sehingga mengakibatkan pesawat keluar landasan dan mengalami kerusakan berarti dibadan bagian bawah pesawat tersebut. Dan tak mengejutkan bagi saya ternyata pesawat tersebut yang saya gunakan sudah berumur 20 tahun kala itu.

Hal yang saya sayangkan tidak saya lakukan adalah ketika saya menggunakan pesawat untuk penerbangan yang cukup lama kala itu dari Tokyo ke Washington D.C. dimana memakan waktu hampir 16 jam perjalanan non stop. Ini menarik untuk dilakukan karena perjalanan ini sangat lama dan tentunya bagi saya menarik untuk mengetahui detail informasi pesawat ini, namun disayangkan kala itu saya tidak sempat membeli paket wifi Narita Airport sehingga saya tidak bisa melihat riwayatnya. Namun setelah saya turun ternyata pesawat yang membawa saya hampir 16 jam ini umurnya sudah cukup tua kemungkinan apabila tidak salah ingat sudah lebih dari 15 tahunan dan hal ini sebenarnya terlihat dari interior pesawat yang sudah old-fashioned.

Demikian, semoga informasi ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline