Lihat ke Halaman Asli

Erika IntanRosediana

Mahasiswa S1 Sastra Inggris

Si Jahat; Cetakan Tuhan atau Ibu Bapa?

Diperbarui: 22 Juni 2024   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Pinterest

Di zaman yang semakin maju dan canggih ini, kita sering kali dihadapkan dengan berbagai kejadian sosial yang memprihatinkan, seperti banyaknya tindakan kriminal, kekerasan, dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Hal ini tak jarang membuat kita bertanya-tanya, apa yang menjadi akar permasalahannya?

Sebagai masyarakat Indonesia yang memegang sila pertama yaitu ketuhanan yang Maha Esa. Agama menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan kita, kehadiran tuhan merupakan esensi yang sakral untuk setiap tindak tanduk manusia. Tuhan yang selalu mendapatkan predikat baik dan maha dalam segala sesuatu hal di dunia maupun di kehidupan kedua, kemudian menciptakan sebuah pertanyaan yang terasa radikal untuk dilayangkan. "Jika tuhan memang maha baik lalu mengapa tindakan kekerasan dan banyak kesengsaraan yang terjadi di dunia dibiarkan begitu saja?". Lalu Akankah manusia lahir menjadi seseorang yang berperilaku buruk karena cetakan dari tuhan itu sendiri?

Fakta yang telah dibahas oleh jurnal (Tanyit, 2005)  bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang dapat dengan bebas bertindak, berpikir dan berbicara apapun. Otak manusia yang telah sedemikian rupa tuhan ciptakan hingga menjadi otak paling sempurna diantara makhluk hidup lainnya menjadikan manusia dapat berpikir secara liar dan radikal. Otak yang sehat akan memberikan respon yang baik terhadap manusia, namun beberapa fungsi otak yang rusak dapat menjadikan pemiliknya melakukan hal-hal tidak kita bayangkan. Contohnya hormon serotonin yang mengendalikan rasa cemas, daya ingat sampai siklus tidur jika mengalami kerusakan maka akan mengakibatkan pemiliknya menjadi berkeinginan untuk melakukan tindakan kekerasan.

Faktor lainnya ketika manusia bisa menjadi makhluk yang "buas" atau "liar" karena adanya trauma yang dialami. Trauma ini berasal dari masa kecil yang tidak lain dan tidak bukan berasal dari lingkungan paling dekat dengan manusia. Rumah dan orang tua merupakan pembentuk manusia dari usia 0 tahun. Ketika seorang anak mengalami hal yang tidak menyenangkan pada masa awal hidupnya hal tersebut akan mempengaruhi moral dan tingkah laku anak.

Pola asuh atau yang kini dikenal sebagai parenting merupakan factor penting dalam pembentukan watak seseorang. Pada masa emas dan krusial, anak-anak mulai belajar mengenai nilai-nilai moral, norma sosial, dan bagaimana berperilaku dalam Masyarakat. Dalam sebuah penelitian (Ningrum, 2015) menunjukan bahwa parenting ini sendiri dapat membantu manusia untuk menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, memiliki rasa empati dan bermoral sehingga dapat menghindari perilaku-perilaku negatif seperti kriminalitas.

Pola asuh yang diberikan kepada anak tidak hanya tentang kebutuhan fisik, seperti makanan dan tempat tinggal, akan tetapi juga kasih saying, arahan dan bimbingan yang tepat. Ketika anak mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan bahkan traumatis saat kanak-kanak, dapat menyebabkan kemorosotan moral pada saat dirinya beranjak dewasa. Peran orang tua pada periode kanak-kanak akan membentuk karakter, mulai dari kedisiplinan diri, kejujuran sampai kepada rasa hormat terhadap orang lain.

Terdapat beberapa jenis gaya pola asuh atau parenting yang sering ditemukan, yaitu authoritative parenting, permissive parenting, authoritarian parenting dan uninvolved parenting. Masing-masing gaya parenting ini memiliki hasil, ciri-ciri dan dampak yang berbeda kepada perkembangan anak.

Gaya authoritative parenting atau pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang dianggap paling ideal. Orang tua akan menerapkan aturan yang jelas dan juga konsisten. Namun orang tua akan memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat dan terlibat dalam pengambilan keputusan tanpa adanya penghakiman dari orang tua. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini akan cenderung memiliki rasa percaya diri, mandiri, bertanggung jawab, moral dan rasa empati yang baik.

Gaya permissive parenting atau pola asuh permisif akan memberikan kebebasan yang luas kepada anak. Orang tua dengan gaya asuh ini cenderung membiarkan anak mengambil keputusan sendiri tanpa banyak arahan dan selalu mengindahkan segala sesuatu hal yang diinginkan anak. Pola asuh ini akan membuat anak melakukan segala cara untuk mendapatkan yang dirinya inginkan dikemudian hari.

Sumber Pinterest

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline