Lihat ke Halaman Asli

Erika Fitriana

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika di Universitas Maritim Raja Ali Haji

Pentingnya Penerapan Pembelajaran Matematika yang Bermakna (Meaningfull Learning)

Diperbarui: 15 Juli 2021   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan matematika di tanah air saat ini sedang mengalami perubahan paradigma. Terdapat kesadaran yang kuat, terutama di kalangan pengambil kebijakan, untuk memperbaharui pendidikan matematika. Tujuannya adalah agar pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa dan dapat memberikan bekal kompetensi yang memadai baik untuk studi lanjut maupun untuk memasuki dunia kerja (Sutarto Hadi, 2005).

Paradigma baru pendidikan saat ini masih diharapkan lebih menekankan pada peserta didik (siswa) sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri.

Dalam kajian ini, yang dimaksud pembelajaran matematika bermakna mencakup dua hal yaitu belajar matematika bermakna tidak sekedar hafalan (menghafal) berdasarkan teori Ausubel dan belajar matematika melalui kegiatan (matematika sebagai kegiatan).

Teori berlajar bermakna Ausubel di mana informasi baru diasimilasikan dalam pengertian baru diasimilasikan dalam pengertian yang dimiliki siswa, merupakan teori yang sangat dekat dengan inti pokok kontruktivisme, beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil kontruksi manusia. Jika siswa dapat menghubungkan atau mengkaitkan informasi atau materi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya maka dikatakan terjadi belajar bermakna. Tetapi jika siswa menghafalkan informasi atau materi baru tanpa mengkaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, maka dikatakan terjadi belajar hafalan. Hal ini menyebabkan materi tidak akan bertahan lama dalam ingatan siswa.

Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperoleh, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.

Ausubel (1978: 41) menyatakan, jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermaksa sama sekali baginya.

Mayer (Haylock & Thangata, 2007: 121) menjelaskan ciri pembelajaran bermakna adalah siswa dapat menggunakan pengetahuan yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah dan untuk memahami konsep-konsep baru dengan mentransfer pengetahuan mereka untuk situasi dan masalah baru. Pada pembelajaran matematika, konsep pembelajaran bermakna konsisten dengan pandangan kontruktivis dimana siswa dikatakan memahami jika mereka membangun makna dari pengalaman mereka dengan membuat koneksi kognitif antara pengalaman baru dan pemahaman matematika mereka sebelumnya.

Pembelajaran bermakna berkaitan erat dengan pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang didukung situasi atau masalah dalam kehidupan nyata. Landasan filosifis kontekstual itu sendiri adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal (rote learning), tetapi merekontruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta yang mereka alami dalam kehidupannya. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan agar terjadi belajar bermakna adalah mengaitkan pembelajaran dengan masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari.

Pada matematika sebagai kegiatan, Ebbutt dan Straker (1995: 10-63) dalam Marsigit (2012), memberikan pedoman bagi guru matematika dalam usaha untuk mendorong agar para siswa menyenangi matematika di sekolah. Pedoman yang diberikan tersebut berdasarkan kepada anggapan dasar tentang hakekat matematika dan hakekat subjek didik beserta implikasinya terhadap pembelajaran matematika sebagai berikut:

Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan

Implikasi dari pandangan ini terhadap usaha guru adalah dengan memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline