Lihat ke Halaman Asli

Ririe aiko

Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Momen Lucu di Ruang Persalinan, Efek Awal Daddy Blues

Diperbarui: 11 Desember 2024   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: bingimage.com AI


Seorang pria, seringkali dihadapkan pada stigma maskulinitas yang membuatnya harus selalu tampil kuat, tenang, dan siap menghadapi apapun. Namun, semua teori ini bisa dengan mudah hancur berkeping-keping begitu momen menjadi seorang ayah tiba. Saya yakin banyak pria setuju bahwa pengalaman pertama menjadi ayah adalah salah satu momen paling mengharukan sekaligus paling menegangkan dalam hidup. Saya pun punya cerita kocak dari seorang teman yang baru saja menjalani pengalaman ini.

Mari kita panggil teman saya ini dengan nama Budi. Budi adalah tipe pria yang biasanya santai dan penuh canda, tapi siapa sangka, begitu mendekati momen kelahiran anak pertamanya, dia berubah menjadi pribadi yang sangat berbeda.

Hari itu tiba. Budi dan istrinya, Wati, sudah di rumah sakit sejak subuh. Budi, dengan penuh percaya diri (setidaknya begitu terlihat), mengatakan akan mendampingi istrinya sepanjang proses persalinan. Tapi, saat benar-benar dihadapkan pada realita ruang persalinan, keberanian itu menguap entah ke mana. Begitu melihat peralatan medis dan mendengar suara-suara di dalam ruangan, Budi memutuskan untuk mundur teratur. "Aku nggak siap, nggak siap," katanya sambil melambaikan tangan seperti peserta audisi yang gagal.

Jadilah Budi hanya mondar-mandir di lorong rumah sakit. Kadang dia berhenti di depan pintu ruang persalinan, menempelkan telinga ke dinding, lalu berjalan lagi ke arah toilet. "Kamu bolak-balik kayak setrikaan," ledek salah satu kerabat. Tapi Budi terlalu gugup untuk peduli.

Tiba-tiba, terdengar suara tangisan bayi dari dalam ruang persalinan. Budi langsung berdiri mematung. Dia melirik pintu, lalu menengok ke arah toilet, seperti sedang mencari tempat sembunyi. Akhirnya, dia memberanikan diri masuk. Di dalam ruangan, Wati sedang terbaring kelelahan tapi tersenyum, sementara bayi mereka yang mungil sudah dibungkus selimut biru. 

"Budi, ini anak kita," kata Wati sambil terisak bahagia. Dan di situlah momen epik terjadi.

Budi, yang emosinya sudah campur aduk, langsung mengangkat bayi itu seperti sedang mengangkat trofi juara dunia. Tapi karena belum terbiasa menggendong bayi, posisi tangannya kaku seperti orang yang sedang membawa nampan berisi gelas penuh air. Suster di sebelahnya buru-buru membantu menyesuaikan posisi gendongan. 

"Pak, posisi gendongnya seperti ini," ujar suster seraya membetulkan posisi Budi.

Setelah suasana agak tenang, Budi bersiap menjalankan kewajiban sebagai ayah Muslim: mengumandangkan adzan di telinga bayinya. Namun, entah karena terlalu gugup atau pikirannya sedang terbang ke tempat lain, yang keluar dari mulut Budi bukan adzan, melainkan takbir. 

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar La ilaha ilalah..." Semua orang di ruangan itu terdiam, lalu beberapa detik kemudian meledak dalam tawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline