Lihat ke Halaman Asli

Ririe aiko

Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Jangan Membiasakan Anak Menertawakan Penderitaan Orang Lain

Diperbarui: 6 Desember 2024   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : bingimage.com AI

Pernahkah Anda menonton sebuah konten humor, dimana ada adegan seseorang tergelincir atau jatuh tanpa sengaja? Apa itu Lucu? Mungkin, tanpa sadar kita ikut tertawa sejenak. Tapi, mari kita renungkan. Apa benar adegan seperti itu layak jadi bahan tawa? Apa lucu melihat seseorang terjatuh dan terluka?  
Sayangnya, tanpa sadar, kebiasaan kurangnya empati ini sering kita normalisasi sejak dini. Contohnya sederhana: anak-anak yang menertawakan temannya yang tiba-tiba jatuh di kelas. Bukannya menolong, malah jadi bahan candaan. "Ih, dia jatuh! Lucu banget, ya?" Mungkin terdengar biasa, tapi efeknya? Pola pikir ini bisa terbawa hingga dewasa.  


HUMOR ITU TIDAK MELUKAI HATI 


Sebagai masyarakat, kita sering menganggap humor itu bebas, tanpa batas. Padahal, ada garis tipis yang memisahkan humor sehat dengan humor yang melukai. Saat anak-anak kita terbiasa menertawakan penderitaan orang lain, teman yang terjatuh, teman yang memakai sepatu sobek, atau bahkan pengemis di jalanan, mereka perlahan kehilangan kemampuan untuk berempati.  

Lama-kelamaan, ini bisa jadi karakter. Bayangkan, anak yang tumbuh tanpa diajarkan batasan humor, besar menjadi orang dewasa yang menjadikan musibah, tragedi, atau kekurangan orang lain sebagai bahan candaan. Ucapan kasar, ejekan, bahkan candaan yang tidak pantas dianggap biasa.  

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK EMPATI  

Di sinilah pentingnya peran orang tua. Sesibuk apa pun, mendidik adab dan moral adalah tugas utama kita. Jangan hanya menyerahkan semuanya pada sekolah atau guru. Anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, dan di situlah mereka belajar nilai-nilai hidup yang paling mendasar.  

Sebagai contoh nyata, anak-anak harus diberi pengertian bahwa:  
 "Menertawakan orang gila di jalan itu salah.  Orang dengan gangguan jiwa butuh bantuan, bukan olok-olok."
 "Menertawakan pengemis itu tidak beradab. Mereka ada di jalan karena kebutuhan, bukan untuk jadi bahan hiburan."  
 "Menertawakan teman yang kesulitan itu tidak pantas. Sebaliknya, ajarkan mereka untuk membantu, bukan menambah luka."  

Ajarkan mereka bahwa humor memiliki batas. Tidak semua yang terlihat lucu boleh dijadikan bahan candaan, terutama jika itu menyakiti orang lain.  

**Empati Itu Dibangun, Bukan Muncul Sendiri**  

Empati bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba. Empati dibangun dari kebiasaan sehari-hari. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai orang tua:  

1. **Jadilah Contoh Nyata**  
Anak-anak meniru apa yang mereka lihat. Jika Anda menertawakan hal-hal yang tidak pantas, jangan heran jika anak Anda melakukan hal yang sama. Sebaliknya, tunjukkan sikap empati dalam situasi nyata.  

2. **Ajarkan Konsep "Bagaimana Jika Itu Terjadi Padamu?"**  
Saat anak tertawa melihat orang lain jatuh, tanyakan, "Bagaimana kalau itu kamu? Apa kamu mau orang lain tertawa?" Dengan cara ini, mereka belajar merasakan posisi orang lain.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline