Lihat ke Halaman Asli

Ririe aiko

Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Cintaku Terhalang UMK

Diperbarui: 7 November 2024   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : bingimage.Ai


Di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, di antara gemerlap lampu kota yang ramai, Egi dan Lala duduk berdua. Suasana hening di antara mereka, seakan ada sesuatu yang tak terucapkan, menahan setiap kata yang ingin keluar.

"Kapan kamu akan melamarku, Gi?" tanya Lala pelan, suaranya hampir berbisik. Tapi meski lirih, pertanyaan itu menohok hati Egi.

Egi mengalihkan pandangan. Ia tahu Lala sudah menunggu cukup lama. Empat tahun bukan waktu yang sebentar untuk hubungan mereka. Ia mencintai Lala, sungguh-sungguh. Tapi mencintai saja tak cukup, pikirnya. Cinta mereka terhalang realita.

Ia mencoba tersenyum, meskipun dalam hati ada rasa tak berdaya yang menyesakkan. "La, bukan aku nggak mau... Tapi... Kamu tahu, kan, gaji aku aja UMK.... Buat aku hidup sendiri aja pas-pasan. Apalagi... kalau harus menghidupi kamu juga."

Lala diam, menatap mata Egi dalam-dalam, mencoba mencari kejujuran di sana. "Gi, kita kan bisa pelan-pelan. Aku nggak menuntut macam-macam. Aku cuma mau kita bisa bersama."

"Tapi kamu layak dapat lebih dari ini, La." Suara Egi semakin berat. "Kamu juga tau La, tanggung jawabku masih banyak... " tatapan Egi menerawang, ia teringat Ibu dan adiknya di desa yang harus ia hidupi. Egi tak bisa mengabaikan mereka, karena setelah Bapak meninggal, mereka berdua adalah tanggung jawab Egi.

Lala menarik napas panjang, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. "Kita bisa berjuang Gi..." Lala menggengam tangan Egi, mencoba meyakinkannya.

"Maafin aku, La," perlahan Egi melepas genggaman Lala "Aku pengen kamu bahagia... bukan hidup susah dengan aku..." Egi bangkit dari duduknya, berusaha menguatkan diri, menahan airmata yang mulai berontak. Ia harus segera pergi, agar Lala tak melihat betapa pecundang dirinya, karena tak berani memperjuangkan cintanya.

Lala menatap punggung Egi yang makin menjauh pergi, ia menundukkan kepala, menangis. Egi tampak seperti pecundang yang rapuh. Lala sangat kecewa, ia merasa bahwa empat tahun hubungan mereka adalah sia-sia. Kata maaf dari Egi, seolah menjadi jawaban bahwa hubungan mereka sudah berakhir. Berat bagi Lala, tapi ia sadar bahwa hubungan mereka sudah tak ada masa depan.

---

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline