Lihat ke Halaman Asli

Ririe aiko

Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Sudahkah Guru Merdeka di Tengah Kurikulum Merdeka?

Diperbarui: 30 Oktober 2024   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan di Indonesia mengalami perubahan signifikan, terutama dengan diterapkannya Kurikulum Merdeka. Kurikulum baru ini diharapkan dapat memberikan ruang kebebasan dan kreativitas bagi siswa dan guru dalam proses pembelajaran. 

Namun, apakah benar para guru sudah “merdeka” di dalam Kurikulum Merdeka ini? Pertanyaan ini semakin mengemuka di tengah realitas keseharian para pendidik yang menghadapi berbagai tantangan, mulai dari minimnya pendapatan hingga ancaman pidana ketika menjalankan tugas.

Kesejahteraan guru selalu menjadi isu sensitif dalam dunia pendidikan. Data dari Kemendikbud menunjukkan bahwa rata-rata gaji guru honorer berada di kisaran Rp300.000 hingga Rp1.000.000 per bulan. 

Gaji ini jelas jauh di bawah upah minimum regional (UMR) di sebagian besar wilayah di Indonesia, bahkan tidak cukup untuk menutupi biaya transportasi dan kebutuhan harian lainnya. Fenomena ini membuat banyak guru honorer merasa tidak dihargai dan terpinggirkan, meski mereka memainkan peran penting dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Sebagai gambaran, seorang guru honorer di daerah terpencil mungkin harus menempuh perjalanan jauh dan melewati medan sulit hanya untuk sampai ke sekolah. Biaya transportasi sering kali tidak sebanding dengan honor yang diterima.

 Seorang guru yang harus mengeluarkan Rp30.000 per hari untuk transportasi, misalnya, akan menghabiskan sekitar Rp600.000 dalam sebulan hanya untuk perjalanan. 

Ketika honor yang diterima tidak mencukupi biaya transportasi, bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup lainnya? Dalam situasi ini, menjadi jelas bahwa kehidupan layak bagi guru masih menjadi sesuatu yang sulit dicapai.

Di sisi lain, beban moral yang harus ditanggung para guru pun tidaklah ringan. Dalam beberapa tahun terakhir, ada sejumlah kasus guru yang dipidana atau dilaporkan ke pihak berwajib hanya karena menegur atau memberikan sanksi kepada siswa yang berperilaku tidak pantas. 

Fenomena ini tentu mengkhawatirkan, sebab guru seharusnya memiliki otoritas dalam mendidik dan membimbing muridnya.

 Ironisnya, langkah-langkah yang diambil para guru untuk menjaga kedisiplinan siswa sering kali berujung pada kasus hukum, merenggut kebebasan mereka dan membuat mereka hidup dalam ketidakpastian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline