Setelah bertahun-tahun menikah, hidup memang sering kali terasa seperti berjalan di atas treadmill yang tak ada tombol berhentinya.
Pagi ke pagi, rutinitas mulai menyatu dengan darah kita, bangun pagi, bekerja, mengurus anak-anak, memenuhi tagihan, dan di akhir hari, kita terkapar di kasur, lelah, dan bahkan terkadang lupa akan kehadiran pasangan di sebelah.
Tanpa disadari, perjalanan ini membuat kita merasa lebih sebagai "rekan satu tim" ketimbang sepasang kekasih. Dalam sunyi itulah, kadang muncul perasaan sepi yang dikenal sebagai "lonely marriage."
Tak sedikit pasangan yang mengalami hal ini. Bukan berarti cinta itu hilang, tapi bisa jadi tenggelam, terlindas rutinitas dan waktu yang tak kunjung kompromi.
Maka dari itu, menjaga pernikahan itu mirip dengan menumbuhkan tanaman. Bila ia dibiarkan begitu saja, ia bisa kering, tak berdaya.
Tetapi, jika kita memberi pupuk, menyiraminya, dan memberinya sinar matahari yang cukup, cinta itu bisa tetap tumbuh subur meskipun musim berganti.
Coba pikirkan, kapan terakhir kali Anda ngedate dengan pasangan Anda? Ya, bukan ngedate sembarangan seperti pergi ke supermarket bersama atau duduk berdua di sofa sambil menonton acara TV favorit.
Maksudnya, ngedate yang benar-benar menghidupkan momen seperti waktu Anda baru pertama kali jadian. Saat kalian berpakaian rapi, memilih tempat yang romantis, dan saling melempar senyum yang penuh harapan.
Ngedate setelah menikah itu semacam me-restart hubungan. Sebuah cara untuk mengingatkan diri sendiri, "Hei, kita ini masih punya cinta, bukan sekadar kerja tim untuk bayar tagihan."
Setiap pasangan butuh waktu berdua, di luar rumah, di luar beban rumah tangga, untuk saling mengisi dan mengingatkan mengapa mereka jatuh cinta sejak awal.