Menjadi penulis adalah profesi yang penuh tantangan di negara dengan budaya literasi rendah. Di Indonesia, meskipun minat terhadap dunia literasi terus tumbuh, kenyataannya masih banyak penulis yang menghadapi berbagai kendala dalam menekuni profesinya. Salah satunya bisa kita lihat bahwa penulis lebih dijadikan sampingan daripada pekerjaan utama, karena minimnya apresiasi terhadap hasil karya penulis Indonesia yang membuat sebagian memilih untuk beralih profesi atau menjadikan menulis sebagai hobi sampingan.
Selain itu faktor eksternal pun turut mempengaruhi minimnya honor para penulis, antara lain adalah karena rendahnya minat membaca para generasi muda bangsa. Fenomena nyata yang terjadi di sekitar kita, bahwa generasi muda bangsa lebih tertarik scroll tik tok dan bermain games dibandingkan membaca buku atau artikel yang bermanfaat. Fenomena ini sangat miris, karena fakta semakin rendahnya minat membaca bisa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Seperti peribahasa buku adalah jendela dunia, dengan buku kita bisa mengubah dunia, namun jika asupan generasi bangsa saat ini lebih banyak "seputar joget-joget" bagaimana bisa menghasilkan generasi muda bangsa yang pintar, kritis, cerdas dan berkompeten?
Mari kita tinjau lebih jauh tentang beberapa hal yang melatarbelakangi rendahnya apresiasi terhadap profesi penulis :
1. Minimnya Kebiasaan Membaca
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi penulis di Indonesia adalah rendahnya kebiasaan membaca masyarakat. Menurut data UNESCO pada 2016, indeks minat baca Indonesia berada pada level 0,001, yang berarti dari 1.000 penduduk, hanya satu orang yang membaca buku secara serius. Hal ini menjadi cerminan nyata betapa rendahnya tingkat minat baca di Indonesia, yang tentu berdampak langsung pada jumlah pembaca karya sastra dan literatur lainnya.
Penulis menghadapi situasi di mana karya-karya mereka tidak mendapatkan apresiasi yang seharusnya karena rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca. Ini menyebabkan pasar buku menjadi kecil, sehingga penulis harus berusaha ekstra keras untuk mendapatkan pembaca yang loyal.
2. Distribusi dan Akses Terbatas terhadap Buku
Tantangan berikutnya adalah keterbatasan distribusi buku, terutama di daerah-daerah terpencil. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kendala geografis yang kompleks, yang berpengaruh pada akses masyarakat terhadap buku. Menurut survei yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 2020, masih terdapat kesenjangan akses terhadap literatur di banyak wilayah di luar Pulau Jawa.
Penulis yang karyanya diterbitkan secara konvensional sering kali hanya dapat menjangkau pasar di kota-kota besar, sementara masyarakat di daerah terpencil tidak memiliki akses yang memadai untuk mendapatkan buku-buku baru. Hal ini juga berdampak pada potensi pemasaran dan distribusi karya literasi yang dihasilkan oleh penulis Indonesia.
3. Kurangnya Dukungan Pemerintah dan Kebijakan Literasi