Kadang heran banget dengan perusahaan yang masih aja nerapin aturan batasan umur maksimal dalam mencari pegawai, seperti maksimal usia pelamar nggak boleh lebih dari 30 tahun, okelah kalau memang lowongan itu buat jadi front office yang bakal jadi wajah depan perusahaan, yang usianya masih harus seger-seger dan good looking buat dilihat, nah tapi yang lebih konyolnya juga hampir semua perusahaan di Indonesia nerapin aturan yang sama.
Bahkan profesi kaya penulis yang kerjanya WFH aja, ada aturan batasan usia loh! Padahal orang yang nulisnya juga nggak keliatan, yang dilihat cuma karyanya, tapi kok bisa ada batasan usia? Nggak boleh lebih dari 30 tahun lah!
Statusnya harus single lah! Terus kalau gitu usia diatas 30 tahun harus pada ngapain donk? Nganggur? Memang negara kita menjamin para pengangguran? Atau mungkin para pemilik perusahaan menganggap usia di atas 30 tahun itu, relief candi yang pada nggak butuh makan!
Aturan yang menurut saya 'cukup konyol' dan masih saja banyak diberlakukan di sejumlah perusahaan di negara kita, padahal diskriminasi semacam ini jelas bisa berdampak pada tingginya tingkat pengangguran di Indonesia.
Seharusnya kita berkaca pada negara tetangga, contoh saja di Singapura. Di negara ini mayoritas perusahaan lebih menekankan pencarian tenaga kerja dengan talenta yang terbaik di bidangnya, tanpa mempermasalahkan soal batasan usia maksimal. Mereka juga tidak sungkan memberikan gaji diatas rata-rata bagi para talenta yang berbakat.
Bahkan menurut informasi yang saya dapat dari Republika. CO. ID, Singapura, Menteri tenaga kerja Singapura mengumumkan usia pensiun ditingkatkan menjadi 69 tahun, dalam artian para senior yang masih ingin bekerja, tidak terikat batasan usia dan masih diperbolehkan untuk produktif bekerja selama ia masih mampu.
Berbanding terbalik dengan kebijakan perusahaan-perusahaan yang ada di negara kita, mulai dari kualifikasinya aja udah ngejelimet, kadang syaratnya bikin kita geleng-geleng sebagai pelamar, harus good looking, berusia maksimal 28 tahun, minimal lulusan S1, memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun, memiliki berbagai keterampilan termasuk menaklukan siluman! Sebelum ngelamar kerja aja kita dibuat stress duluan pas baca persyaratannya!
Dan yang lebih lucunya lagi, banyaknya tuntutan terhadap kualifikasi yang dimiliki berbanding terbalik dengan gaji yang diberikan! Kita ambil satu contoh profesi yang menghabiskan biaya kuliah sekitar dua digit, yaitu Guru!
Profesi Guru dengan tuntutan etos kerja maksimal dari pagi hingga sore hari, bahkan kadang di hari libur masih harus piket ke sekolah, ternyata gajinya sangat miris! Untuk guru yang masih honorer saja, gajinya bahkan tidak lebih besar dari driver ojek! Padahal guru itu adalah profesi yang paling luar biasa menurut saya, karena tenaga pendidik itu bisa mengajarkan ilmu dan mendidik seseorang menjadi generasi yang hebat di masa depan.
Tanpa guru tidak akan lahir para jenius, dokter, presiden bahkan politikus yang hebat. Bukankah seharusnya profesi seperti guru diberikan penghargaan yang lebih dari sekedar plakat tanda jasa? Bahkan di negara-negara lain seperti contohnya di Korea Selatan, gaji guru bisa mencapai sekitar 79.000 dolar AS atau bahkan sekitar Rp 1,13 Miliar pertahun atau sekitar Rp 94,5 juta perbulan.
Nilai yang sangat fantastis untuk membuat seseorang tertarik untuk berprofesi menjadi guru. Jadi wajar kalau persyaratan dan proses seleksinya ketat, karena gajinya juga cukup masuk akal! Nah kembali lagi ke aturan tek tek bengek yang di terapkan di negara kita, dengan prosedur seleksi administrasi yang rumit, dilanjut tes penalaran yang menguras otak karena harus mikirin kesimpulan tentang 'semua burung tidak bersirip semua kuda makan rumput'.
Prosedur seleksi tes yang sangat panjang, rumit dan melelahkan ini, tidak diimbangi dengan gaji yang sesuai. Bahkan jika pun ada perusahaan yang tidak menerapkan kualifikasi yang tidak terlalu rumit dan dengan gaji yang sesuai, biasanya karyawan yang dipastikan lulus duluan adalah mereka yang termasuk ke dalam kategori 'Orang Dalam'.
'Semangat selalu untuk para pencari kerja!'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H