Lihat ke Halaman Asli

Erik Purba

Pembelajar

Eliyah Namanya

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alkisah, seorang jomblo sejati sedang galau terarah. Tidak tanggung-tanggung, dia melarikan badannya jauh dari keramaian. Begitu jauh dia berlari hingga dia sampai menemukan sebuah tempat untuk menumpahkan segala uneg-uneg dan merenungi (hubungannya dengan perempuan beranak satu yang ditinggal suaminya) nasibnya. Ia merasa hidupnya pilu, sepi tanpa (pendamping) teman, dikejar-kejar preman. Terlebih lagi, ia merasa eksistensinya dalam pekerjaan terancam. Tidak ada lagi yang mendukung ide-ide kebaikan yang ia serukan. Perjuangannya sebagai activist melawan penguasa, kini hadir tanpa bekas.

Ditengah kemasgulannya akan situasi dirinya yang sedang merasa di titik nol dalam skala 0-100, tanpa sadar (biasanya ia selalu sadar), Mark Zungkirberg  duduk dihadapannya dengan sebuah buku. Entah untuk apa buku itu ada dihadapanya dan ditenteng oleh Mark Zungkirberg. ( Suatu saat nanti dia menyadari ada buku yang berhadap-hadapan). Mengikuti gaya Aristoteles dan kemudian Rene Descartez dan yang lainnya (Aslinya sich lupa), Mark pun bertanya, (serentak seperti Choir dengan para penonton) “ Apa yang sedang kamu pikirkan?”

Bak pintu bendungan yang dibuka, Elijah (nama doi emang keren), menceritakan semua apa yang dia pikirkan. Bertubi-tubi ia menceritakan semuanya. Dengan kalimat kalimat lugas penuh hikmat dan kebijaksanaan yang adil dan beradab ia menjelaskan, mencurahkan isi hatinya. Dari kehebatannya menghabisi lawan-lawan politiknya dengan kejam dan  tanpa ampun intervensi negara asing. Gosip yang menimpanya karena kebaikannya menolong seorang wanita yang ditinggal suaminya. Ia mengakui, bahwa ia memang telah tidur dirumah perempuan tersebut dalam arti yang sebenarnya, (Itu pun untuk menolong anaknya). Kesaktian yang ia dapat hingga membuatnya bisa berlari dan terakhir... bagaimana ia merasa sedih, sepi, terabaikan dan sengsara. Tersedu sedan, terisak-isak,

Seorang laki-laki pejuang yang perkasa seperti dirinya pun harus menangis. Mark Zungkirberg diam dan mencatat semuanya... dan memberi tanda LIKE. Kemudian Mark Zungkirberg beranjak dan berlalu, kecepatan adalah uang dan waktu berarti harus bayar.  Anehnya, begitu Mark mulai tidak terlihat, tubuhnya terpecah-pecah. Pecahan-pecahan tanpa darah. Pecahan yang kemudian berubah menjadi seperti pasir. Tepatnya pasir angka 0 dan 1.

Eliyah..? Terus gimana? Ia kembali sendiri. Sejenak ia merasa telah dipahami. Sejenak ia menyadari apa yang ada dipikirannya. Ia tahu bahwa dalam banyak hal ceritanya bohong, berlebihan dan emosional. Namun ia membela dirinya dengan mengatakan, #Aku korban. Aku kecewa dan ingin meneruskan kekecewaan itu pada Mark. Mark muncul seperti pahlawan yang hendak menyelamatkannya. Pertanyaan Mark seolah hendak mengatakan, “aku mengerti perasaanmu”, “aku ada untukmu”. “aku adalah pasanganmu”. Tapi Mark berlalu dengan sangat dingin dan Eliyah kembali kedalam perasaan hampa. Di situlah ia merasa tidak ada.

Tidak terlalu lama kemudian, (siapa yang tahan dalam perasaan tidak ada yang lama?), Eliyah mendengar ada yang memanggil namanya.

“Iyah.... Iyah... Eliyah” .

Hu uh, itukan nama kecil waktu di kampung dulu. Siapa sich.... .“  ” Kenapa nggak Dijah sekalian”, Gerutu Eliyah dalam hati.

‘’Iya “, Sahut Eliyah.

Tidak lama kemudian, pemilik suara muncul berhadapan dengan Eliyah.

“ Lho, Kamu ngapain Iyah”?

“Tuch khan, Iyah lagi”. Eliyah menggerundel dalam pikirannya

Malas malasan, Eliyah menceritakan kembali semua apa yang dia alami. Walaupun sudah tidak seheboh cara bercerita sebelumnya. Orang tersebut menunjukkan gesture mendengar yang baik. Sungguh-sungguh mendengar? Entahlah. Dia mengatakan “ Aku tadi bertanya, apa yang kamu kerjakan, bukan apa yang kamu pikirkan. Aku tahu kog yang kamu pikirkan. Itukan pertanyaannya Mark.

“Orang ini bukannya membela, bersimpati, atau menghibur, malah nanya apa yang kamu kerjakan”,Eliyah melanjutkan sequel gerundelannya. Mending Mark, nanyain apa yang kamu pikirkan, lebih friendly. Ini kayak bos Pencipta langit dan Bumi saja... (ini gerundelan Eliyah selanjutnya).

“ Buatkan Modul Pelatihan Kader Bank Sampah ya!?!?”, kata Pak Bos.

Eliyah tidak mau menebak apakah itu perintah apa permintaan. Ia hanya mulai membuat kolom-kolom kecil, menulis kolom dengan kata “activity” dan seterusnya.

Tak terasa, jam berganti, cuaca berubah, daun-daun tumbuh dan berguguran. Eliyah merasa dia sedang bekerja. Dan dia merasa ada.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline