Pelupuk mata ku bagai terhipnotis, terkena gendam manakala bejana itu melambai lambai dan salam sapa kepadaku
" Kemarilah, kopdar dulu bersamaku, jangan terburu-buru ". Desiran suara itu sampai ke gendang telinga membiaskan seberkas rasa nikmat.
Potongan tipis dan dadu segumpal daging itu, kaya rempah, hampir saja ku lengang dan ingin melamun saja di Muara Pintar.
" Aduhai, nikmat manakah yang kamu hendak dustakan". Hampir menitikan air liur
Dedaunan, wewangian ranting-ranting tanaman teh, nan dikeringkan, disaring dann terbelenggu dalam secawan teh celup itu. Makin menggoda.
Seruput satu kali... Dua kali... Tiga kali, terdentum sumringah di pintu pintu kalbu
Mengetuk perlahan, namun memberi rasa nyaman.
Bisakah, bejana dan secangkir teh hangat itu itu, menyingkir saja sementara. Aku tak bisa berpaling.
Sepucuk surat kulayangkan. Agar tak sepinggan lagi, agar tak secangkir lagi buaian aroma itu melenggang bebas di perut ku.
Sudah lah, " Pak pos, hantar saja surat itu, untuk pertama kali! "