Penyebaran Islam dari awal kemunculannya hingga saat ini, diyakini tidak lepas dari sumber primer ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sehingga sejarah Islam juga merupakan sejarah Al-Qur'an. Sejarah Al-Qur'an dalam konteks yang paling sederhana di Indonesia, dapat ditelusuri dengan melacak sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
Tafsir Al-Qur'an di Indonesia merupakan upaya yang dilakukan untuk menjelaskan kandungan kitab suci Al-Qur'an kepada bangsa Indonesia melalui bahasa yang di gunakan oleh bangsa tersebut, baik dalam bahasa nasional (bahasa Indonesia) maupun dalam bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Jawa dan Sunda yang disampaikan secara lisan maupun tertulis, seperti termaktub dalam kitab-kitab tafsir, makalah-makalah, atau artikel-artikel dalam bentuk manuskrip atau hasil cetakan.
Dalam perkembangannya Tafsir Al-Qur'an di bagi menjadi Empat Periode:
- Abad ke VII-XV (Klasik)
Pada periode pertama islam di Nusantara belum bisa dikatakan sebagai sebuah tafsir, penafsiran al-Qur'an masih berada pada wilayah penjelasan ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat praktis dan penjelasan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan pemahaman pembawa ajarannya. Sebagaimana diketahui bahwa para ulama dan penyebar islam melihat kondisi Nusantara pada saat itu, yang dibutuhkan hanya sebatas penafsiran ayat-ayat untuk kebutuhan dakwah Islamiyah. tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh bahasa Arab terhadap huruf-huruf di Indonesia sangat besar, sehingga huruf-huruf yang digunakan dalam bahasa melayu pada awalnya adalah huruf-huruf Arab.
Pada periode Klasik ini sangat sulit bagi para ulama disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, pertama; bahwa tulisan pada masa itu belum begitu penting bagi masyarakat indonesia, kedua; masyarakat Indonesia pada masa itu lebih memilih penjelasan-penjelasan praktis terhadap isi kandungan al-Qur'an ketimbang membaca karya-karya yang pernah ada di negeri Arab, ketiga; masyarakat pribumi masih membutuhkan waktu untuk belajar membaca huru-huruf Arab. Sejarah kajian tafsir al-Qur'an hanya mampu dibuktikan paling sejak abad ke-17 sampai ke masa-masa kontemporer.
- Abad ke-15 hingga Abad ke-17 ( Abad pertengahan)
Tafsir Al-Qur'an pada masa ini lebih berkembang dan lebih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena tidak didasarkan pada kekuatan ingatan semata sebagaimana periode klasik. Pada abad ini sudah ada seorang penulis bernama Hamzah al-Fansuri yang hidup antara tahun 1550-1599 melakukan penerjamahan sejumlah ayat al-Qur'an yang terkait dengan tasawuf dalam bahasa melayu yang indah meskipun tidak dalam bentuk yang sempurna 30 juz. Salah satu contohnya ketika menafsirkan surah al-ikhlas dengan mengatakan:
Laut itu indah bernama Ahad
Terlalu lengkap pada asy'us-samad
Olehnya itulah lam yalid wa lam yulad
Wa lam yakun lahu kufu'an ahad
Di antara pengikut Hamzah al-Fansuri atau bahkan konon dia adalah teman Hamzah al-Fansuri adalah syamsuddin al-Sumatrani yang muncul sebagai ulama terkemuka di istana Sultan Iskandar Muda. Pada masa Sultanah Safiyat al-Din, penerus Sultan Iskandar II, Abd Rauf al-Singkily menulis karya tafsirnya dalam bentuk lengkap 30 juz pada tahun 1661 dengan judul Tarjuman al-Mustafid. Modelnya singkat, jelas, dan elementer.
- Abad ke-18 dan 19 (Abad Pra Modern).