Lihat ke Halaman Asli

Eric Bangun

Amateur Film Advisor

Fahrenheit 451: Bibliophobia dalam Fasisme

Diperbarui: 9 September 2021   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: IMDb | Fahrenheit four-five-one is the temperature at which book paper catches fire and starts to burn.

Masih ingat kah kamu dengan pelajaran sejarah era rezim orde baru? itu loh masa kekuasaan Presiden Soeharto yang menjabat selama tiga dekade lebih. Sudah ingat?, selamat!  Berarti kamu belajar sejarah dengan baik. Walaupun begitu kali ini kita tidak akan membahas polemik yang pernah terjadi masa itu tetapi kejadian yang mungkin serupa dengannya. Yapps film Fahrenheit 451 dengan negara "fiktif"-nya yang bibilophobia nan juga fasis.

Sebelum dibahas, mengetahui informasi tentang film ini tidak ada salahnya, kan--- Film Fahrenheit 451 merupakan karya yang diadaptasi dari novel karangan Rey Bradbury berjudul Fahrenheit 451 yang dipublikasikan tahun 1953.   

Dilansir dari Wikipedia pada tahun 1954, Fahrenheit 451 berhasil memenangkan American Academy of Arts and Letters Award in Literature dan Commonwealth Club of California Gold Medal. Kemudian memenangkan Prometheus "Hall of Fame" Award pada tahun 1984 dan "Retro" Hugo Award,  [menjadi] salah satu dari sejumlah Novel Retro Hugos terbaik yang pernah diberikan, pada tahun 2004. Bradbury mendapat penghargaan Grammy Spoken Word untuk versi buku audionya tahun 1976. Atas penghargaannya novel ini pun telah dua kali diangkat ke layar sinema.

Film pertama Fahrenheit 451 dirilis pada tahun 1966 disutradarai oleh Francois Truffaunt, ditulis oleh Francois Truffaut & Jean-Louis Richard, sinematografer oleh Nicolas Roeg, diedit oleh Thom Noble, musik dibuat oleh Bernard Herrmann, dan diproduksi Anglo Enterprises, Vineyard Film Ltd.; didistribusikan oleh Rank Film Distributors (UK) dan Universal Pictures (US), dan dibintangi Oscar Werner, Julie Christie, Cyril Cusack, Anton Diffring, Jeremy Spenser, dan Alex Scott.

Source: IMDb Fahrenheit 451 (1966) dan Fahrenheit 451 (2018)

Sedangkan film keduanya merupakan reboot yang dirilis pada tahun 2018 disutradarai oleh Ramin Bahrani, ditulis Ramin Bahrani & Amir Naderi, sinematografer oleh Kramer Morgenthau, diedit oleh Alex Hall, musik dibuat oleh Antony Partos, Matteo Zingales dan diproduksi HBO Films; didistribusikan oleh HBO dan diperankan oleh Michael B. Jordan, Michael Shannon, Sofia Boutella, Lilly Singh, dan Martin Donovan.

Berlatarkan di masa depan film Fahrenheit 451 mengisahkan tentang seorang firemen, Guy Montag yang berkhianat kepada instansinya yang mana pada periode itu pemerintah sedang memegang penuh kekuasaan atas pendistribusian informasi dan melakukan pemberedelan semua informasi dari buku (kayak Indonesia zaman dulu kan ups).

Guy Montag yang dulu mengira berada di utopia sempat berkata "Books make people unhappy, they make them anti-social", ternyata dia keliru;  dia dan masyarakat "seragam" lainnya sebenarnya tinggal dalam distopia ciptaan pemerintah dan menganggap semua orang yang membaca buku sebagai ancaman. Lalu bagaimana hal itu terjadi?

Mari Kita Bahas!


Teknologi  Canggih di Masa Depan

Mengambil setting masa depan maka semua alat-alat milik pemerintah tentu canggih. Benar saja, pada film Fahrenheit 451 (1966) mereka menampilkan teknologi seperti kereta monorel yang menunjang mobilitas masyarakat, mesin 'jet pack' khusus militer yang digunakan ketika adanya ancaman tingkat tinggi dan televisi interaktif; 

Sebelum internet terkenal televisi berfungsi sebagai media penyumbang informasi. Dengan penambahan fitur interaktif memungkinan masyarakat dalam negara fiktif itu berkomunikasi dengan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline