Lihat ke Halaman Asli

Erick Tan

Pengamat Penelusur Pelurus Sejarah

Bersih Bersih Mafia Juga Harus Mulai Diri Sendiri

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

STATMENTD ANTARA LANGKAH POSITIF DIBALIK PRAHARA MELALUI PEMBALIKAN OPINI DUA KUBU AREMA YANG MENYATUKAN DIRI.

Langkah membangun opini bersatu antara dua kubu di tubuh suporter arema di STJ SUPORTER PAGE ini perlu saya cermati sekaligus timpali, juga acungi jempol dengan materi yang disampai kan.

Melalui dua kubu yang berseberangan idiologi dan keyakinan yang juga melanda beberapa club besar lain nya yang selama ini menghiasai papan nama teratas liga indonesia dengan prestasi baik dalam hasil pertandingan sekaligus prestasi buruk di luar pertandingan oleh para suporter nya yang sengaja di giring ke dalam percaturan fight on fighting yang juga sengaja di akomodasi oleh club masing masing demi mendongkrak nama dan popularitas club melalui dedikasi yang saya nama kan preseden buruk yang  sudah menjadi ciri khas persepakbolaan nasional. Sebuah club dibangun diatas perkelahian yang tidak sekedar melahirkan idiologi kebencian yang juga tak sedikit melayangkan nyawa antar dua kubu suporter. Sejalan dengan ciri khas ras indo yang bertipikal keras beribu ribu suku ini yang dengan susah payah beberapa kali mengalami perpecahan dan dapat dipersatukan dengan semangat juang sekali lagi mendapat ancaman parah oleh penyusupan kepentingan politik perang yang lagi lagi hanya berdasarkan satu dasar teknik perang yang tak juga disadari oleh para generasi nya yaitu adu domba. Seakan mudah nya sebuah generasi X kesekalian nya mengenyam ini tanpa filter dan pertahanan diri. Yang mana jelas hilang oleh gerusan arus liberalisme dan sekuralisme berbagai bidang dan segmen yang berkembang.

Penggembosan spiritual beragama, terjangan teknologi yang semakin maju, penguasaan lini pendidikan yang tak lagi mendidik dan penggeseran budaya asing telah meracuni generasi secara lebih kompleks lagi telah berhasil merubah manusia indonesia ke suatu titik dimana siap menghancurkan diri sendiri tanpa dilawan.

Bersatu nya dua kubu suporter yang berbeda keyakinan ini tentu juga sangat bagus dari kaca mata persatuan, dimana fenomena yang telah menjadi rahasia umum dari jaman purba bahwa yang salah selalu menang dan dipertahankan dan kebenaran selalu berakhir disampah sejarah negeri ini, tapi tidak di dalam hati pelaku nya. Sebuah keyakinan yang didasari fakta fakta pun tetap kalah oleh arus keserakahan politik dan uang. Arema indonesia selaku pemegang akta sah telah kalah oleh politisasi tersebut melibatkan dua kubu suporter yang dulu nya bersatu. Yang satu tetap pada akal sehat dan jiwa satria yang satu tunduk dalam pengaruh kesesatan jiwa. Penggiringan opini bersatunya dua kubu ini tidak mudah begitu saja dilakukan, tapi demi sebuah club yang nyata menjual dan mengorbankan suporter nya itu harus dilakukan, tanpa aremania tidak ada arema, tanpa nyawa yang melayang tidak ada nama hal ini kenapa tidak mampu disadari oleh masing masing pribadi. Itulah fakta yang terjadi. Jika yang terpenting adalah pokok dari pada para pemimpin suporter nya yang di pegang hal itu hanya mendapatkan 40% kekuatan, tidak pada hati masing masing anggota nya. Lihat lah dengan kaca mata lain, tidak penting kejadian apa yang terjadi dan untuk kepentingan apa yang terlihat, tapi apa hasil yang disisakan oleh kejadian itu oleh cara politik tersebut. Berfikiralah sejenak... Ya anda benar "DENDAM" tidak penting berapa prosentasi nya tapi dendam tetaplah dendam, sedikit saja bisa menguap kapan pun itu di letupkan lagi lalu kapan kita bisa berbenah, saya katakan tidak akan pernah sempat. Karena kepentingan ini melibatkan dunia international, kepentingan ini telah direncanakan oleh mereka. Oleh para missionaries negara baru yang saat ini telah berkuasa, yang disusupkan di dalam batang tubuh FIFA itu sendiri. Apakah kita masih akan berdiri sebagai aku di depan ataukah kita akan bergerak bersama melawan sistem ini.

Tentu pembaca akan ter he ho dengan artikel ini, kenapa saya yang notabene Green Force harus memuat artikel rival, eh salah sebagian banyak kan menyebut musuh. Oke lah kalau begitu, jiwa nasionalis saya tidak bisa berkata itu tapi jiwa nasionalis juga sangat melantangkan kata itu untuk memberi peringatan sekali lagi kepada mereka aremania akan penting nya sebuah dedikasi diri dalam menolak sistem mafioso FIFA dan agresi lembut negara baru tersebut. Dengan pertimbangan luka luka lama, betapa tidak luka torehan aremania kepada green force cukup dalam dan menimbulkan sebuah kata spesifik dan arogan yaitu PENGHIANAT. Secara pribadi saya menyesalkan itu demi nasionalitas diri yang juga masuk agenda penghapusan oleh mereka agar digantikan dengan idiologi perpecahan dan ke akuan diri masing masing, dan dalam melawan itu saya lantang mengatakan SAYA NASIONALIS. Maka resiko yang saya dapat adalah ejekan, cibiran, umpatan bahkan mungkin kematian, hemmm saya tidak sedikit pun takut dengan ribuan resiko tersebut, mati adalah resiko duniawi yang harus ditempuh oleh para pejuang kebenaran makhluk ber Tuhan. Itu yang mengalahkan negara baru tersebut. Jelas mereka takut dengan hal itu, sudah terbukti sekian lama.

Beranjak dari hegemoni perpecahan suporter ini, saya libatkan sisi yang lain dalam menikmatinya. Suara suara nasionalis kerap dikumandangkan namun hanya menjadi siulan tak berarti oleh hati hati yang tersesat duniwai. Kapan kita bisa dewasa sebelum tua nanti, kapan kita bisa arif sebelum mati dan kapan kita bisa bijak dan kesatria sebelum dipenggal nyawa ini. Idiologi kesukuan primitif sangat bertolak belakang dengan nasionalisme. Bekerja dibalik kisi kisi permusuhan akan keperbedaan. Perbedaan itu indah kala disatukan oleh sebuah perdamaian dan perbedaan itu berubah keburukan kala di akomodasi oleh politik dan uang. Kubu arema yang benar telah kalah oleh kubu yang salah, arema indonesia versus arema cronus. Kalah oleh kekuatan politik dan uang yang di bekingi undang undang statuta ciptaan negara baru tersebut. Kembalilah kepada sifat alami atau sifat yang dialamikan suporter cronus atau sejati nya semua aremania tersebut. Berapa kali club tersebut mengalami perubahan nama, saya melihat nya bukan karena loyalitas tapi rasa iri dan dengki atas uforia palsu dengan rival tetangga. Dimana jelas dimata dunia rival tetangga Green Force 1927 adalah berkumpulnya para hati yang loyal dan tidak bisa terbeli oleh label apa pun. Berbeda jauh dengan aremania yang demi popularitas semata menjual loyalitas diri kepada kaum pemodal, disini saya sebut tidak punya prinsip, pendirian dan tidak credible. Suport itu pakai hati, hati itu jujur dan kokoh. Bukan di gruduk sana gruduk sini ho'oh saja. Saya berfikir itu hanya demi menutupi rasa malu yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Rasa gengsi aremania ini malah menjadi momok bagi diri nya sendiri yang tunduk pada kaum pemodal. Tidak berprinsip suporter. Sangat disayang kan hal itu bisa terjadi. Bila ditelisik lebih jauh ke belakang fakta berdiri nya arema juga dari hasil perebutan kekuasaan dari persema malang raya. Yang sampai kini juga menyisakan para loyalis yang masih eksis di tempat lahir nya.

Club muda yang mudah berganti nama dengan pendukung yang tidak setia. Berbalik dengan fakta dari rival nya yang jelas konsisten dan loyal dalam mempertahankan idiologi bukan berdasarkan dari euforia palsu, gengsi dan kata tunduk. Mengingat darah yang mengalir adalah dari jiwa pejuang yang sudah terkenal hingga penjuru belahan dunia lain bahkan luar angkasa raya. Menolak tunduk pada sistem perbudakan modal, memiliki superior sejarah dan kekuatan hati yang tidak akan terbeli dengan apapun meski didepan moncong senjata api yang siap ditekan pelatuk nya. Loyalitas harga mati bagi mereka, tak gengsi atau pun harus malu walau club tercinta harus dipaksa mati, bagi mereka persebaya surabaya tetap dihati boikot harga mati. Tunduk adalah kebodohan dan justru implementasi dari rasa malu itu sendiri. Malu pada sejarah jika harus tunduk, malu kepada diri sendiri, malu kepada darah pejuang nya, malu kepada ibu pertiwi malu kepada Tuhan sebagai pemilik tunggal diri ini.

Kaum pemodal dengan mudah mengacak acak dan menulis sejarah palsu demi keserakahan pundi pundi nominal pada rekening bank nya. Mereka adalah musuh dalam selimut negeri sendiri para domba tersesat oleh kaum penjajah, mereka tunduk pada sistem negara baru hingga mereka tidak punya hak terhadap kemerdekaan jiwa nya sendiri, tiada pilihan selain terus melangkah mengikuti sistem. Begitupun aremania demi gengsi daripada tak berlaga mereka memilih menjual diri kepada pemilik modal yang sebenarnya tidak akan menuai sukses tanpa aremania. Mereka menjual kebebasan bersuara dan berekspresi sebagai suporter bola. Saya sampai heran apa sebenar nya yang ada di fikiran mereka, tapi juga maklum jika melihat kultur budaya mereka. Menghianati hati sendiri tidak berupaya bangkit dari lembah nistawi, malah menjerumuskan diri beserta hati secara habis habisan. Respect kepada punggawa persema yang masih setia dan juga punggawa arema indonesia yang masih berdiri di kaki mereka sendiri oleh gerusan cronus. Satu petikan nada noda sejarah kenapa secara histori kebenaran arema sudah mati adalah mereka tidak punya pendirian pasti, mudah tunduk demi gengsi tak berlaga bukan rasa malu jika tidak setia, itulah sebab dari arema club muda yang mati muda dan mudah ganti nama. Kalian harus berbenah dan buang rasa malu dan gengsi, kalian berkata dewasa dari fakta yang tidak dewasa. Dewasa itu meliputi segala aspek bukan hanya pada satu perihal saja. Bersuporter itu berloyal bukan bertunduk. Club tanpa suporter akan mati tapi suporter tanpa club akan tetap dihati. Dan fakta di arema bukanlah demikian mereka takut jiwa suporter nya mati jika harus tanpa club, maka mereka mudah di giring kepentingan kaum pemodal ini dan menasbihkan diri sebagai suporter dengan jiwa grudak gruduk. Setialah pada kata #sasaji kalian yang nyata tidak dalam arti sebenarnya, rubah itu dan raihlah kemenangan dengan rasa #sasaji yang sebenarnya bukan jiwa grudak gruduk.

Terlepas dari semua tulisan diatas saya melangkah kepada sisi lain yang juga tak mudah dipahami. Dibalik itu artikel ini berjudul dua kubu pendukung berlainan telah bersatu sangat perlu di apresiasi secara skala nasionalisme, tapi perlu dicibir dalam skala loyalitas. Yang mana rasa kebersatuan tersebut didasari oleh rasa gengsi tak berlaga itu maka dimata historial itu tidak dewasa dan menggelikan. Tidak usah meniru rival mereka yang konsisten yang nyata nya suara itu memang pantas di tiru. Seharusnya para aremania menjadi benar benar dewasa dan bijak, bijak itu mengubur ego. Konsisten dengan apa yang ada dihati yang biasa nya mengandung kebenaran yang asli dan memperjuangkan itu pada batas darah terakhir. Mungkin banyak aremania jika baca artikel ini akan berkilah wah kecemburuan nih, wah provokator nih. Anda salah besar saya menulis ini sebagai pribadi nasionalis bukan dari sisi persebaya. Saya mengkaji sesuatu hal hanya demi menolak segala sistem ketidakadilan di negeri ini. Justru saya mengarahkan segala aspek negeri ini untuk berjuang dari segala segi kisi kisi penjiwaan penduduk nya. Pertanyaan saya kenapa artikel saya hanya tentang bola, karena dimedia lain saya bicara tentang hal lain dan di jawa timur aspek yang paling mendasar adalah dunia bola nya. Dan terdapat sebuah permusuhan yang yang mengabadi dan hati ini tergerak bersuara atas itu sebagai rasa nasionalisme diri dari makhluk Tuhan yang harus berjalan di jalan nya dan sebagai bagian dari negeri yang saya cintai. Bertahan dari terjangan sistem dan melawan nya. This is the real a matrix jews systems and im a real fighters to this systems.

Dalam menulis pun saya jarang mengalami klimax nya, saya tidak akan mengacu pada sistem. Karena semua bagian adalah penelusuran klimax yang sebenarnya berada pada alam bawah sadar pembaca dan saya bukan anti klimax tapi saya mengajak pembaca menjadi bagian dari klimax itu sendiri. Maka bawalah anda pada diri sendiri menuju sisi yang paling terdalam dari anda, cobalah mengisi itu dengan rasa yang sejati rasa cinta dan kesetiaan, rasa yang jujur dan perilaku yang jujur, apakah cinta ini begitu jujur lalu mau dibawa kemana arah cinta itu, jika kita masih disini saja ingatlah bahwa musuh yang sebenarnya sudah jauh di depan kita. Mereka tertawa terbahak bahak melihat kita rempong dengan urusan yang itu itu saja, penebaran isu dan pembuatan opini serta kasus baru mengalihkan perhatian kita pada hal hal yang pokok dan pergerakan mereka sampai kapan ini terjadi. Meregenerasi kan dengan paksa generasi penerus dengan bualan bualan kosong nan busuk. Musuh yang sebenar nya adalah hawa nafsu dan ini hanya jadi pepatah usang yang tak lagi berarti. Bukan hanya loyalis persebaya yang mungkin akan kecewa dengan artikel ini tapi juga aremania tapi saya mendapatkan kebahagiaan tersendiri dengan tetap loyal pada kebenaran yang saya perjuangakan bersama loyalitas persebaya 1927 dan loyalitas kepada bangsa ini dan Tuhan yang menciptakan saya. Dengan menyadari bahwa club yang saya cintai adalah lebih dari sebuah komunitas suporter tapi sebuah wadah perjuangan yang menjadi bagian dari indonesia dan sepenuhnya milik Alloh ta'ala. Arah dan tujuan nya harus kepada hal hal yang benar dan dan keyakinan diri akan hal tersebut. Loyalitas green force bukan sebuah isapan jempol, biarpun segala politisasi menyerangnya kami tetap kuat dan konsisten pada keyakinan dan memperjuangkan nya. Tidak mundur satu langkah pun karena saya yakin wadah ini juga akan mendapatkan sebuah terjangan yang lebih luas dan hebat lagi. Sebentar lagi hal itu akan terjawab dan green force juga harus menjawab tantangan itu sebagai konsekwensi barometer perjuangan indonesia. Dan artikel ini juga mendobrak aremania apakah jiwa mereka akan tetap seperti itu kerdil dan tidak perduli dengan dunia luar malang, karena tidak bisa belajar dari sejarah dahulu pra dan pasca perjuangan bangsa ini. Belajar lah nawak atau malang akan binasa untuk kali kedua, binasa sebelum melawan karena kalian hanya berkutat dalam teritori kalian sendiri, sejarah mencatat nya nawak. Malang hancur dan habis terperosok terpojok entah akan kemana kalian akan sembunyi sedang kalian menganggap surabaya , blitar dan pasuruan, mojokerto juga kediri sebagai musuh. Lalu kalian mau hidup dimana. Untuk saat ini kalian belum butuh walau nyatanya banyak jika kalian butuh hidupi rumah tangga, surabaya juga masih jadi tujuan utama terdekat dan kalian munafiki hal ini. Persatuan lebih penting dari pada alogaritma kesukuan primitif ini. Yang nyata perjuangan bangsa ini belumlah pernah selesai, kita menghadapi musuh dalam diri sendiri, musuh dari dalam negeri ini sendiri dan musuh dari bangsa lain yang menjadi modal bagi musuh dalam selimut ini. Jika kalian tak sanggup sadari diri dan memaafkan diri sendiri atas kesalahan dan luka yang kalian torehkan dimasa dulu , jika kalian tidak mampu membuat arema indonesia berdiri dikaki sendiri selamanya kalian akan menjadi pecundang di kaki kalian sendiri atau kalian tetap pada kesombongan yang nyata. Tentukan pilihan sendiri dan cukup bagi kami semua mencatat nya. Menjadi dewasa itu sulit tapi nista itu adalah sebuah pilihan yang harus dipilih. Dan aku memilih tetap berdiri dalam rasa nasionalis ini. Dan yang lain juga harus dapat belajar dari semua peristiwa ini atau semua akan berada dalam kecundangan hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline