1. Pendahuluan
Dikumen Gereja Laudato Si, yang diterbitkan pada tahun 2015 oleh Paus Fransiskus, merupakan sebuah ensiklik yang berfokus pada isu lingkungan dan tanggung jawab manusia terhadap bumi. Dalam konteks krisis lingkungan yang semakin parah, ensiklik ini hadir sebagai sebuah penasihat moral dan teologis yang mendorong umat manusia untuk lebih peduli dan aktif dalam menjaga lingkungan hidup. Dokumen ini tidak hanya diperuntukkan bagi umat Katolik tetapi juga bagi seluruh umat manusia tanpa memandang agama, sebagai bentuk kepedulian universal terhadap nasib planet kita.
Laudato Si dimulai dengan kesadaran bahwa bumi sebagai rumah kita bersama sedang mengalami berbagai kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan lingkungan tersebut meliputi perubahan iklim, polusi udara dan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati. Paus Fransiskus menegaskan bahwa isu lingkungan tidak bisa diabaikan begitu saja, karena dampaknya yang langsung pada kehidupan manusia, terutama mereka yang paling rentan di masyarakat.
Dalam ensiklik ini, Paus Fransiskus juga menekankan pentingnya keadilan sosial dalam konteks ekologi. Ia mengajak agar upaya pelestarian lingkungan juga harus mempertimbangkan kesejahteraan manusia, dengan menaruh perhatian khusus pada kaum miskin dan tersingkir yang seringkali menjadi korban utama dari degradasi lingkungan. Beliau menegaskan bahwa solusi untuk krisis lingkungan haruslah bersifat holistik, mengintegrasikan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, dan spiritual.
Pemaparan awal ini memberikan gambaran singkat tentang urgensitas dan relevansi dari dikumen Laudato Si sebagai respons Gereja terhadap tantangan-tantangan lingkungan global yang memerlukan tindakan segera dan kolaboratif dari seluruh komponen masyarakat dunia.
1.1. Latar Belakang Penulisan
Laudato Si, yang diterbitkan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2015, adalah sebuah ensiklik yang berfokus pada krisis lingkungan global dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Ensiklik ini mengambil judul dari kalimat pertama Kidung Makhluk Hidup karya Santo Fransiskus dari Assisi, "Laudato si', mi' Signore," yang berarti "Terpujilah Engkau, Tuhanku." Dalam konteks sejarah dan teologi Gereja Katolik, peluncuran Laudato Si menandakan langkah besar dalam mengintegrasikan pandangan moral dan etika terhadap isu-isu ekologi.
Penulisan ensiklik ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan ketidakadilan sosial yang diakibatkan oleh eksploitasi alam. Paus Fransiskus, melalui Laudato Si, berusaha menjawab tantangan ini dengan mengajak umat manusia, tanpa memandang latar belakang agama, untuk bersatu dalam menjaga keberlanjutan bumi. Sang Paus menekankan bahwa masalah lingkungan tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, pendekatan integral dan holistik diperlukan untuk mencapai keadilan ekologis dan sosial.
Konteks sejarah penulisan Laudato Si juga dipengaruhi oleh perkembangan ilmiah dan teknologi serta peran penting Gereja Katolik dalam dialog global tentang keberlanjutan. Sebelum penerbitan ensiklik ini, telah ada pertemuan-pertemuan internasional dan konferensi yang membahas isu-isu lingkungan dimana Gereja turut berpartisipasi aktif. Dokumen ini tidak hanya merefleksikan ajaran dan tradisi Gereja, tetapi juga menyerap pengetahuan dan pandangan dari berbagai disiplin ilmu serta pengalaman nyata dari komunitas di seluruh dunia yang terdampak oleh kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu, Laudato Si dapat dipandang sebagai upaya Gereja untuk memberikan kontribusi nyata dalam pencarian solusi atas krisis lingkungan melalui pendekatan moral, teologis, dan ilmiah yang komprehensif.