Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Nadiem, Melawan Otak Masa Lalu

Diperbarui: 6 November 2019   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Pengangkatan Nadiem Makarim jadi Mendikbud menuai penolakan oleh sekelompok orang, tidak membuat saya kaget. Sosoknya baru 35 tahun, gak pernah ngenyam pendidikan di Indonesia dan gak punya latar belakang dunia pendidikan. 

Ini ibarat, milih ketua perkumpulan klub olahraga bukan dari atlet, sudah puluhan tahun begitu, kenapa di level kementerian heboh? Nadiem, memang bukan Guru Besar, bukan rektor atau mantan. Siapa dia? Hanya anak muda yang sudah mengubah dunia!

Mari mundur sebentar, pendidikan kita masih banyak PR, baru tiga tahun terakhir menunjukkan perbaikan di beberapa lini.

Soal daya saing negara misalnya, ngutip dari tirto.id, Indonesia baru ada di posisi ke-6 tingkat ASEAN dengan skor 38,61 masih jauh di bawah Singapura skor 77,27, Malaysia yang dulu berguru ke kita di posisi ke-2 skor 58,62, bahkan di bawah Brunei Darussalam di posisi ke-3 skor 49,91. 

Data tersebut menggambarkan kemampuan SDM yang dimiliki negara-negara dengan melihat indikator penilaian yakni pendapatan per kapita, pendidikan, infrastruktur teknologi komputer informasi, gender, lingkungan, tingkat toleransi, hingga stabilitas politik.

Kedua, index pendidikan Indonesia (education index) yang dikeluarkan Human Development Reports, pada 2017, masih dikutip dari tirto.id, Indonesia ada di posisi ketujuh di ASEAN dengan skor 0,622.

Skor tertinggi diraih Singapura, yaitu sebesar 0,832. Peringkat kedua ditempati oleh Malaysia (0,719) dan disusul oleh Brunei Darussalam (0,704). Pada posisi keempat ada Thailand dan Filipina, keduanya sama-sama memiliki skor 0,661.

Bahkan, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat ada tujuh masalah pendidikan Indonesia yang harus diselesaikan (republika.co.id). Pertama, nasib program wajib belajar (wajar) 12 tahun ini masih di persimpangan jalan. Kedua, angka putus sekolah dari SMP ke jenjang SMA mengalami kenaikan. 

Ketiga, pendidikan agama di sekolah mendesak untuk dievaluasi dan dibenahi. Empat, masih lemahnya pengakuan negara atas pendidikan pesantren dan madrasah. Lima, pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus tepat sasaran dan tepat waktu. Enam, ekerasan dan pungutan liar di sekolah masih merajalela. Dan ketujuh, ketidak-sesuaian antara dunia pendidikan dengan dunia kerja.

Gak bisa segudang masalah tersebut diselesaikan dengan cara-cara yang lama, dengan pemikiran jadul yang selama puluhan tahun terus-terusan seperti itu dijalankan tanpa hasil. 

Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda (A. Einstein). Meskipun expert bidangnya sekalipun yang menjalankan. Karena, selama ini terperangkap pada sudut pandang orang dalam, sadar ada masalah namun terpaku pada solusi yang ter-framing dalam aturan yang tabu untuk dilewati. Pendidikan kita butuh akselerasi!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline