Lihat ke Halaman Asli

Eric Brandie

Sosiolog

Pecandu Polemik Agama Sama Berbahaya dengan Pecandu Narkoba

Diperbarui: 15 Mei 2021   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi, screenshot akun Twitter @felixsiauw

Tulisan ini berangkat dari rasa tak habis pikir dan cukup takjubnya saya dengan energi berlebih para pengobok kedamaian bangsa kita.

Teruntuk koh Felix Siauw dkk 

Sekitar 2 tahun lalu saya teringat dalam suatu sesi interview sosok bermarga Siauw ini di salah satu stasiun tv. 

Dia katakan, sebelum beragama seperti saat ini dia lebih condong kepada ateisme dan senantiasa mengedepankan rasional berpikir. Baiklah mari kita coba komparasi kapasitas rasionalitas yang diocehkannya berdasarkan data/fakta empiris.

Terkait salah satu cuitan ybs di twitter, mohon maaf sekedar penilaian kecil untuk anda koh siauw, anda and the gank memang nyata terlalu over giat memprovokasi perpecahan di NKRI kami ini dengan isu kefanatikan agama yang membabibuta. 

Kasihan arwah seluruh pejuang, pendiri NKRI ini terkesan disia-siakan, dengan nurani dangkal kalian para penikmat kemerdekaan ini cobalah review sejenak pengorbanan jiwa-raga mereka melawan penjajah dahulu. Alih-alih kini, para oknum jahiliyah seperti kalian tampak minimalis rasa terimakasih padahal telah turut ikut menikmati buah-buah kemerdekaan NKRI, eh eh...malah memamerkan sikap tidak tahu terimakasih, layak disebut terlalu durhaka nekat mengeliminasi sepihak eksistensi seluruh pejuang kemerdekaan negara Republik Indonesia tercinta ini. 

Berikut sekedar informasi saja bagi kelamnya wawasan kalian koh siaw dkk yang barangkali saja happy dikibuli terus oleh para pembimbing rohani kalian atau bahkan memang minim info soal perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia... 

Sederet nama Kusuma Bangsa kita berlatar dari keagamaan Kristiani, Hindu, Budha:

Wr. Supratman, Thomas Matulesy, Martha Christina Tiahahu, Jendral Urip Sumoharjo, Letjend. TB. Simatupang, Laksamana Madya Yos Sudarso, Marsekal Muda Adi Sucipto, Mayjend DI. Panjaitan, Brigjend Slamet Riyadi, SL. Tobing, DR. Johannes Leimena, Letjend. Jamin Ginting, Mgr. Albertus Sugiyapranata, DR. Sam Ratulangi, Wolter Monginsidi, Mayor Daan Mogot, Prof. DR. Hermans Johannes, Prof. W.Z Johannes, Dr. Ferdinand Lumbantobing, Frans Kaisiepo, Kolonel Sugiyono, Marsekal Pertama Tjilik Riwut, Kapt. Pierre Tendean, Karel Satsuit Tubun, I Gusti Ngurah Rai , I Gusti Ketut Jelantik, I Gusti Ngurah Made Agung, Ida Anak Agung Gede Agung, Gatot Subroto (Budha), Soemantri Mohamad Saleh (Budha), dan masih banyak lagi mohon maaf tidak bisa kita sebutkan satu-persatu semuanya di sini dan dengan amat mudah bisa ditemukan di media-media kredibel.

Sebagai contoh lainnya juga alm kakek saya bersama sahabat-sahabat beliau turut angkat senjata melawan penjajah Belanda & Jepang, tergerak berjuang bukan karena alibi keagamaan namun mutlak berangkat dari kesadaran dan keinginan kuat membebaskan negeri ini dari penjajah yang secara absolut menyengsarakan rakyat. Dan tentu saja sebagai asupan sugesti penyemangat diri mereka masing-masing sangatlah  wajar jika di tengah jibaku mereka kala itu sesuai dengan keyakinan agama yang mereka anut masing-masing ada yang meneriakkan takbir, ada yang meneriakkan Haleluya, Astungkara dsb dsb.

Para pejuang kemerdekaan negeri ini mutlak berasal dari berbagai suku, etnis, agama, non agama seantero Nusantara. Dahulu saja di masa perjuangan tak pernah mereka meributkan soal beragamnya keyakinan di antara mereka, menjadi ekstra jenaka ketika di era pasca kemerdakaan kini buah hasil perjuangan mereka tersebut justru dicemari oleh atraksi-atraksi sporadis yang terus saja coba menciptakan gap-gap sentimen antar keragaman agama di NKRI ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline