Lihat ke Halaman Asli

Bila TUHAN Menghendakinya...

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di posting terdahulu "Sekali Lagi Tentang Pikiran" saya ngobrol soal pikiran, betapa pikiran itu adalah satu hal yang amat sulit dikendalikan -dikendalikan untuk berpikir benar setiap saat- oleh siapa pun juga. Ini dikarenakan setiap manusia itu diberikan "Free Will" atau "Kehendak Bebas" dari Sang Pencipta. Namun secara konsep ideal -saya bilang ideal, karena hanya sedikit manusia yang mampu melakukannya- sebenarnya ada cara untuk mengendalikan pikiran ini. Yaitu : Memikirkan kehendak TUHAN.

Dengan memikirkan kehendak TUHAN, kita akan mampu menangkal setiap pikiran-pikiran liar yang datang menyusup, dan berkata tidak ketika godaan untuk berbuat jahat a.k.a dosa muncul. Nah cara untuk senantiasa memikirkan kehendak TUHAN pun cuma satu : Hidup melekat dengan TUHAN. Berikut salah satu contohnya.
Apabila kita mau membeli rumah atau barang lain, memilih sekolah, mencari jodoh, pekerjaan, dan sebagainya, apa dasarnya? Biasanya itu dari selera, pertimbangan, dan keinginan kita sendiri. Berarti yang kita lakukan itu di bawa pengaturan kita sendiri. Tanpa sadar, jika terus seperti itu, kita bisa disesatkan oleh roh-roh jahat, sehingga tidak mengalami rencana ALLAH yang digenapi dalam hidup kita.

Menyedihkannya, banyak orang tidak mau mendiskusikan rencana-rencana, cita-cita dan keinginan-keinginan hatinya dengan TUHAN. Di lingkungan kegiatan rumah ibadah saja masih didapati segudang program yang dirancang tanpa persetujuan ALLAH. Ternyata mendengar suara TUHAN sudah digantikan sistem lain yang dianggap lebih canggih, yaitu pola kerja berdasarkan pikiran manusia. Memang di dunia modern ini, orang sangat mengagungkan pikiran manusia. Mereka mengatakan, apa yang dipikirkan pasti terjadi, dan karena hukum tarik-menarik (law of attraction), alam semesta akan membantu mewujudkannya. TUHAN menentang hal ini, sebab ini menempatkan manusia sebagai pusat -bukan TUHAN- dan sejatinya ini suatu kesombongan.

TUHAN menginginkan kita rendah hati dan mengakui kedaulatan-NYA sebagai TUHAN Semesta Alam yang menentukan segala sesuatu. Ini diukur juga dari sejauh mana kita melibatkan TUHAN dalam perencanaan kita.

Kita harus selalu memohon pimpinan TUHAN dalam seluruh hidup kita, agar apa yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-NYA. Memang kita tidak perlu selalu bertanya, "TUHAN, bolehkah saya beli barang ini?" Dan karena kita bukan robot, juga tidak perlu menunggu suara TUHAN yang terdengar secara audibel, "Wahai anak-KU, belilah roti yang coklat itu, jangan yang keju." Tetapi dengan mengerti kebenaran Firman TUHAN dan berhasrat dengan sungguh-sungguh mau menyenangkan hati TUHAN, kita akan memiliki kepekaan untuk membedakan apakah suatu yang kita lakukan sesuai kehendak-NYA atau tidak, sebab IA akan menunjukkan jalan-jalan-NYA.

Yang menyulitkan kita mengerti kehendak TUHAN adalah kita sendiri, yang telah memplot apa yang kita ingini. Dengan itu pastilah kita makin sulit menangkap atau makin bingung mengerti apa kehendak TUHAN. Sebaliknya, semakin kita memiliki kesediaan berserah kepada kehendak TUHAN dan berkerinduan menyenangkan hati-NYA, semakin kita peka terhadap apa yang TUHAN kehendaki. Oleh sebab itu, mulailah mengawali rencana kita dengan kalimat, "Jika TUHAN menghendakinya."

Lihat tulisan yang lain disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline