Senin, 07 September 2015 saya bertemu pak Subagyo, penggagas objek wisata Goa Pindul, sambil menikmati makan siang saya pun bertanya seputar Goa Pindul. Saya bertanya tentang bagaimana latar belakang Goa Pindul, apa yang membuat eksistensi Goa Pindul semakin melangit dan apa dampaknya bagi tatanan sosial di sekitar wilayah Goa Pindul.
Berangkat dari beberapa pertanyaan itu saya memutuskan untuk menulis dan menghubungi pak Subagyo kembali guna memperoleh data sebagai bahan tulisan, maka pada hari Sabtu, 23 Januari 2016 kami pun sepakat untuk tanya jawab via telepon, cerita pun dimulai.
Pembentukan Pokdarwis Dewa Bejo
Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) adalah kelembagaan di tingkat masyarakat yang anggotanya terdiri dari para pelaku kepariwisataan yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak dalam mendukung terciptanya iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan serta terwujudnya Sapta Pesona dalam meningkatkan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan manfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat sekitar.
Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Beji Harjo atau yang biasa disebut “Pokdarwis Dewa Dejo” didirikan pada bulan Juni 2010, pak Subagyo yang menjadi ketuanya. Setelah organisasi ini didirikan pemilihan destinasi unggulan pun dilakukan, saat itu pak Subagyo mengusulkan Goa Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karang Mojo, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I.Y untuk menjadi destinasi unggulan.
“Ternyata itu semua setuju, pada waktu itu kan 11 orang anggota pokdarwisnya” ungkap pak Bagyo.
Setelah menetapkan destinasi unggulan, kerja bakti untuk pembersihan Goa pun dilakukan “dari kerja bakti pun yang aktif hanya empat orang, jadi yang tujuh orang itu nda tau arahnya kemana, empat orang itu termasuk saya, pak Tukijo, pak Ratmin dan pak Pramuji” ungkap pak Bagyo dalam logat Jawanya yang khas.
Tibalah pada acara tahunan Santur Pejabat Gunung Kidul, pada kesempatan itu pak Bagyo masuk dan menyampaikan visinya kepada pejabat Dinas Pariwisata terkait dengan pengembangan Goa Pindul, bak gayung bersambut, visi pak Bagyo pun disetujui oleh Dinas Pariwisata, pada saat itu pak Bagyo tidak meminta dana kepada Dinas Pariwisata hanya swadaya saja.
Dulunya tempat mencuci masyarakat
Awal mulanya Goa Pindul adalah tempat mencuci masyarakat, memandikan ternak, tempat memancing bahkan tempat untuk membuang hajat. “Pokoknya semua kegiatan yang jelek-jelek disitu” ungkap pak Bagyo. Belum lagi di lubang kedua ada lubang goa vertikal untuk menuju ke pertengahan goa pindul, lubang ini seakan menjadi tempat favorit masyarakat untuk membuang sampah, terutama sampah-sampah pecahan kaca bekas alat rumah tangga, gelas, piring, pecahan kaca mobil dan sebagainya.
Harapan masyarakat setelah membuang sampah kaca ke dalam lubang goa itu maka urusan pun selesai. Tetapi ternyata kebiasaan membuang sampah kaca tersebut menjadi kendala tersendiri bagi pak Bagyo dan kawan-kawan. Dibutuhkan waktu empat bulan untuk membersihkan Goa Pindul, “ ya yang paling lama membersihkan lubang pembuangan kaca itu, karena kami harus menyelam untuk mengambil kaca, begitu setiap harinya” kenang pak Bagyo. Bahkan saat itu pun pak Bagyo dan kawan-kawan di cap sebagai “wong edan” oleh masyarakat setempat karena membersihkan Goa, bisa dipahami memang, tak banyak masyarakat yang sadar akan potensi wisata Goa Pindul.