Lihat ke Halaman Asli

Merindukan Pemimpin yang Jujur dan Bertanggung Jawab

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suri Tauladan dari Nabi Muhammad Saw Salah satu persoalan penting yang dihadapi saat ini adalah banyaknya persoalan-persoalan yang harus dihadapi oleh pemangku jabatan untuk memimpin dan mengelola rumah tangga besar, dimana hajat hidup orang banyak memerlukannya. Kadang-kadang timbul pertanyaan pada diri sendiri Mungkinkah saat ini ada pemimpin yang jujur dan bertanggung jawab?; Kenapa diperlukan pemimpin yang bertanggung jawab? Jika ada bersyukur, namun bila belum, alangkah indahnya jika kita dapat mengikuti dan mencontoh suri tauladan kepemimpinan Nabi besar Muhammad Rasulullah SAW Al-Amin (Orang yang Jujur dan Bertanggung Jawab) Sejarah membuktikan bahwa sejak usia muda Nabi Muhammad dikenal sebagai Al-Amin (orang yang jujur dan bertanggung jawab, yang membela keadilan dan kebenaran kepada siapapun ketika sangat belia). Ia juga dikenal sebagai tokoh yang berkarakter demokratis dan suka perdamaian, karakter itu ditunjukkan ketika ia dipercaya untuk meletakkan Hajar Aswad ditempat semula saat Ka'bah selesai direnovasi. Pemimpin yang Tangguh, Visioner dan Efektif Karakter demikian ditunjukkan ketika memasuki Madinah dan hidup di tengah-tengah masyarakat baru yang mencintainya dan mendukungnya, Nabi Muhammad berhasil hijrah ke Madinah dan memperoleh sambutan luar biasa dari penduduk Madinah, termasuk komunitas non-Muslim dan kaum intelektualnya, seperti yang diceritakan Abdullah bin Salam seorang intelektual Yahudi yang disegani. Pokok-pokok Kebijakan Nabi Muhammad meletakkan dasar-dasar kebijakan selama lebih kurang sepuluh tahun antara lain: 1. Membangun masjid sebagai pusat komunikasi spiritual antara manusia dan Tuhannya serta pusat interaksi antara sesama mukmin atas dasar kebersamaan dan saling menghormati. 2. Mempersaudarakan antara sahabat Anshor dan sahabat Muhajirin yang mengalami kesulitan ekonomi karena asetnya banyak ditinggal di Mekkah atau dirampas oleh kafir Quraisy. Kesetiakawanan dibangun di atas dasar ukhuwah Islamiyah. Kesetiakawanan dan semangat berbagi ini mendapatkan legitimasinya setelah diperintahkan oleh wahyu berupa hukum waris, perintah zakat, wakaf, sedekah dan lain-lain. (Selected Reading: Kompas, 25 Februari 2010, Opini, halaman 7) Selengkapnya bisa dilihat di http://eriassumarna.blog.friendster.com/2010/02/merindukan-pemimpin-yang-jujur-dan-bertanggung-jawab-bagian-2/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline