Lihat ke Halaman Asli

Eriton

Mahasiswa

6 Tahun PSI, Politik Gagasan dan Optimisme

Diperbarui: 28 November 2020   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: psi.id

Anak kecil kok dilawan, yang lebih tua memang harus mengalah dengan anak kecil.

Alasannya sederhana, pengatahuan anak terhadap dinamika kehidupan belum utuh. Dunianya bermain dan sukanya merengek. Arek cilik menuntut dipahami meski imaginasi liar dan rasa ingin tahunya kadang kerap menjengkelkan orang dewasa. Namun, tidak dalam percaturan politik.

Dalam dunia politik, ibarat gladiator masa Romawi, semua yang terpilih harus tarung bebas. Tidak melihat fisik maupun usia.

Partai-partai pendatang baru harus telah siap dan siaga. Meski dipandang sebelah mata oleh petarung berpengalaman. Karena dianggap kaku dan butuh penyesuain panjang, dan belum kenyang melahap asam garam dunia politik. Satu di antaranya terhitung partai belia itu Partai Solidaritas Indonesia, berdiri pada 16 November 6 tahun lalu.

Partai ini dianyatakan sah terjun ke gelanggang politik pada 07 Oktober 2016, dengan bersenjatakan trilogi perjuangan menebar kebajikan, merawat keragaman, dan meneguhkan solidaritas.

Di lain sisi, wacana dan konsep ditawarkan juga cenderung melawan arus di kala semua partai melakoni gaya sentralistik, meritokrasi, tertutup, didominasi kaum tua, dan kurang ramah kaum hawa. Ia mengawali dengan mengakomodir kaum milenial dan anak muda berbakat, berintegritas dan berkarakter, egaliter, transparan, dan 30% lebih fungsionarisnya adalah perempuan.

Tampil dengan rasionalitas politiknya sendiri, membuatnya banyak dibincang. Meski sadar usianya baru seumur jagung namun nekad menerjang budaya lama. Walhasil, membuatnya moncer dan jadi pusat perhatian.

Memang narasi yang berkonotasi keberpihakan pada jelata kerap ditampilkan partai politik manapun sebagai topeng. Akan tetapi untuk membuktikan keabsahan hal tersebut perlu waktu yang panjang, terutama bagi PSI.

Trauma publik terhadap partai baru memang selalu ada. Sebab khalayak agaknya paham polesan semacam itu. Bahasa cakapannya, "ah, cuma polesan, ujung-ujungnya korupsi juga". Maraknya praktek korupsi yang melibatkan partai politik yang dulu kurang lebih berlagak sama, menajemen rekruitmen politik yang tertutup, pendekatan dengan konstituen yang sporadis, sirkulasi elite dan perkaderan partai yang macet.

Data Survey Saiful Mujani Research and Colsulting pada 2016 mengafirmasi realitas ini. Dari sembilan lembaga pelayanan publik yang dinilai kinerja dan tingkat kepercayaan masyarakat, Partai Politik dan Dewan Perwakilan Rakyat mendapat raport merah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline