Lihat ke Halaman Asli

Erfransdo

Journalist, Traveler

Hari Anak Nasional 2024: Sudahkah Anak-anak Indonesia Merdeka?

Diperbarui: 23 Juli 2024   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak sedang bermain balon (Unsplash/Mufid Majnun)

Indonesia kembali memperingati Hari Anak Nasional ke-40 yang jatuh pada hari ini, Selasa (23/7). Tema yang diusung pada tahun ini yaitu "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" yang menekankan pada seberapa jauh anak-anak Indonesia bebas dari bentuk eksploitasi. Anak-anak tentunya menjadi aset bangsa di masa depan.

Berbicara mengenai anak-anak, dewasa ini cukup banyak kasus yang melibatkan anak-anak di sekolah. Aksi perundungan sudah menjadi masalah besar sejak beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut tentunya menjadi perhatian khusus yang belum juga dapat diselesaikan hingga saat ini. Peran lingkungan, sekolah, dan orang tua menjadi vital terhadap perkembangan anak.

Setiap tahun selalu diperingati Hari Anak Nasional, tapi apakah anak-anak di negeri kita tercinta ini sudah sepenuhnya merdeka? Dalam sub-tema Hari Anak Nasional poin ke-6 berbunyi, "anak merdeka dari kekerasan, perkawinan anak, pekerja anak, dan stunting."

Kekerasan terhadap anak tampaknya menjadi masalah yang sering terjadi. Baik itu kekerasan yang dilakukan sesama anak maupun kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Kekerasan anak di sekolah kerap kali terjadi. Bahkan, beberapa anak harus kehilangan nyawanya karena aksi perundungan di sekolah.

Ironinya, beberapa korban masih duduk di bangku SD (Sekolah Dasar). Ini menjadi masalah yang tidak bisa dibiarkan. Perlunya peran guru dan orang tua dalam mengawasi perilaku anak. Akses gawai juga menjadi salah satu faktor anak-anak berbuat aksi kekerasan terhadap temannya sendiri.

Setelah kekerasan, ada perkawinan anak di bawah umur. Hal ini sering terjadi di daerah pedesaan atau pelosok Indonesia. Ekonomi dan pendidikan yang rendah menjadi faktor pemicu terjadinya perkawinan anak. Bahkan, beberapa di antaranya dipaksa menikah karena tuntutan keluarga.

Perkawinan anak di bawah umur tentunya menyalahi Undang-Undang Perlindungan Anak. Perkawinan anak juga dapat membahayakan fisik anak. Anak-anak yang hamil belum pada usianya dapat mengancam keselamatan nyawa. Di sinilah perlunya peran dari pemerintah daerah setempat yang harus mencegah terjadinya diskriminasi terhadap anak.

Selain itu, fenomena pekerja di bawah umur juga menjadi fenomena yang dapat ditemui di kota-kota besar. Lagi-lagi, faktor ekonomi lah yang menjadi penyebab anak-anak terpaksa harus bekerja membantu orang tuanya. Hal yang cukup disesali adalah beberapa orang tua ternyata memaksa anaknya untuk bekerja.

Setiap anak tentunya ingin membantu perekonomian keluarga. Namun, anak-anak yang bekerja tidak pada usianya dapat mengganggu pendidikannya. Bahkan, banyak anak yang putus sekolah hanya karena ingin "bekerja" di jalanan membantu orang tuanya. Sebuah ironi yang memang sudah menjadi pemandangan biasa.

Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Pasal ini jelas mengatur tentang kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Namun, pada kenyataannya masih banyak anak-anak yang nasibnya tidak beruntung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline