Belum lama ini muncul kasus pengancaman terhadap seorang kurir. Saya pun mengetahui secara tidak sengaja di salah satu timeline dari aplikasi berita yang saya install di hp. Intinya pihak dari sisi kurir yakni Ekspedisi SiCepat Express mengatakan tidak akan menempuh jalur mediasi terhadap pelaku. Akhirnya saya cari-carilah beritanya yang ternyata sudah viral sebelumnya :-). Info terakhir yang saya dapat malah menyebutkan bahwa pihak Si Cepat tidak hanya melaporkan si Pelaku yang mengancam kurir mereka, namun Seller atau Toko yang dimaksud pelaku telah melakukan penipuan (karena barang yang dipesan tidak sesuai pelaku) juga dilaporkan.
Sekilas info ceritanya, si Pelaku adalah seorang pembeli online. Dia membeli online jam tangan dengan sistem COD, alias pembayaran baru akan terjadi saat barang diterima. Saat tiba barangnya, si pembeli melakukan pembayaran melalui kurir, namun saat dia membuka paketnya dia mendapati barang yang ia pesan tidak sesuai/kosong. Lalu si pelaku meminta kepada kurir tersebut agar dikembalikan. Tentu Pak kurir menolak karena dia tidak tahu-menahu soal barangnya atau mengenai kondisi isi paketnya. Akhirnya pelaku mengancam kurir dengan menggunakan pedang sebagai alatnya.
Sebenarnya perkara ini adalah remeh-temeh dan lumrah terjadi dalam pusaran belanja via daring. Namun, maraknya publik yang belanja online nyatanya belum diimbangi dengan pengetahuan yang cukup!. Disini menunjukkan juga bahwa Literasi masih jauh panggang dari api dalam lingkungan sosial kita sehari-hari.
Kenapa saya bisa bilang begitu?, ya karena kejadian diatas adalah salah satu bukti konkret belum cakapnya seseorang dalam memahami dan menyerap informasi seutuhnya yang diterima. Meskipun via online, pasti ada informasi lisan yang tertuang agar kita bisa memahami sebelum memutuskan membeli via online, dan pemahaman ini kurang ada di pelaku. Pelaku sebagai Pembeli Online menganggap Kurir sebagai salah satu dari Perwakilan Toko dimana dia membeli barang! Sehingga sah menurut si pelaku bila dia langsung komplain ke kurir. Pelaku belum sepenuhnya mengerti bahwa kurir adalah pihak lain dimana perusahaan tempat dia bekerja jauh banget korelasinya dengan toko tempat ia membeli barang. Si kurir bekerja di perusahaan Ekspedisi, sedangkan pelaku membeli barang (jam tangan) di toko yang menjual jam tangan. Mungkin pelaku hanya menilai secara kasat mata si Kurir-lah yang mengantarkan barang dan ia menerima pembayaran darinya kali ya?, jadi Begitu ada "something wrong" sama jam tangannya maka si kurir yang "digebuk". Mohon dikecualikan bila barangnya memang remuk oleh ekspedisi yaaaa..., lain kisah lagi :-D.
Baiklah, sebagai pengingat bersama... Saya copas 3 pengertian Literasi menurut pendapat lembaga pendidikan dan literasi dunia (saya ambil dari ruangguru.com) yang bisa kita jadikan juga sebagai salah satu pengetahuan umum :
1.UNESCO
Literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, terutama dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks diperoleh oleh siapa dan dari siapa.
2. Education Development Center
Literasi lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis. Lebih dari itu, literasi adalah kemampuan individu dalam menggunakan potensi dan kemampuan yang dimiliki di dalam hidupnya, dengan memahami literasi sebagai kemampuan dalam membaca kata dan membaca dunia.
3. National Institute for Literacy
Literasi adalah kemampuan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan, dalam keluarga, pekerjaan, dan masyarakat.
Kalau kata mbak Najwa Shihab (dan saya setuju bingits penyederhanaannya) Literasi tuh kemampuan seseorang dalam menyerap informasi dan mengolahnya sehingga berguna untuk kehidupan. Cakep! :-D.
Literasi membuat seseorang mampu merespon dan memahami secara utuh suatu kondisi atau masalah di lingkungan sosial mulai dari unit terkecil yakni keluarga bahkan diri sendiri karena memang gak sekedar Calistung alias Baca Tulis Hitung.
Berangkat dari pemahaman ini pula, maka sudah seharusnya masing-masing dari kita punya kemampuan Literasi. Kalau dilihat kok kesannya berat ya? Eh padahal umum loh, mungkin karena istilahnya aja yakni Literasi yang belum lama ini populer, namun implementasinya sudah ada. Artinya seputar Literasi sudah ada sejak dulu, contoh :
- Tawuran antar warga kampung satu dengan yang lain gak perlu terjadi bila masing-masing pihak menerima informasi dengan utuh,
- Soalan Isu Babi Ngepet gak perlu sampai menyebabkan kegaduhan warga bila masing-masing diri cukup pengetahuan dan punya informasi yang berimbang
- Adu domba tidak bisa terjadi apabila masing-masing diri merespon kabar yang diterima secara utuh dan menggunakan telinga untuk mendengar secara sempurna!
Dan masih banyak lainnya...