Kali ini mau berceloteh soalan "ori kw-nya" sebuah buku yang selama ini kerap saya jumpai lantaran saya seorang penjual buku di ranah online (yah kan jadi sekalian promo hohoho...). Contohnya ya pesan diatas (via messenger di laman seller Tokopedia). Walau memang sudah bulan Juni lalu dan mungkin bagi kebanyakan orang, apa yang saya alami ini ya biasa banget tapi saya anggap ini salah satu hal penting dalam kancah per-literasi-an di bumi pertiwi Indonesia, pun saya belum pernah menuangkannya dalam tulisan.
Layaknya kubu penikmat bubur ayam yang diaduk atau tidak diaduk bahkan sekarang ada sekte penikmat bubur ayam dipisah bumbunya, maka bisa dibilang bahwa penikmat buku juga melahirkan salah satunya golongan pembeli buku asli versus pembeli buku bajakan. Buku asli lazim disebut juga buku ori atau original, pokoke asli luar dalam, baik buku baru, buku lama, buku bekas atau kekiniannya disebut buku preloved, entah buku Indonesia, terjemahan, atau impor. Sedangkan Buku yang non ori umumnya telah dikenal luas dengan nama Buku Bajakan, dan saat ini banyak pula yang menamainya dengan istilah Buku KW atau Buku Repro.
Yap kembali lagi pada percakapan diatas, memang buku yang saudara tersebut tanyakan dibawah harga pasaran untuk kategori Buku Impor, karena saya memang suka berburu bazar buku impor untuk dijual kembali, sehingga banyak pula buku yang saya jual diluar harga pada umumnya. Bukan bermaksud merusak harga pasar, tapi kok ya ada rasa gimana gitu kalau ambil marginnya gede banget. Kalau saya sedang ingat, maka di deskripsi saya tulis saya beli saat pameran buku xyz, jadi bisa menjadi salah satu pertimbangan juga bagi calon pembeli untuk beli atau sebaliknya. Bagi saya, buku terjual dan saya sudah cukup ambil untung yang bisa buat beli es krim aja sudah Alhamdulillah qiqiqiqi, yang penting itu berkah dan kontinyu, terus ada penjualan gitu :-). Dan sekali lagi, ini bukan kali pertama saya menjumpai pertanyaan dari calon pembeli yang bisa saya katakan "perduli" terhadap ke-orisinil-an sebuah buku. Padahal yah..., bisa saja yang penting dapat bukunya dengan harga sangat miring nyaris selonjoran dengan isi yang substansinya sama. Karena untuk buku bajakan memang ada satu atau dua halaman dan seterusnya yang hilang diluar hal lain yang bisa dijumpai untuk Buku Bajakan, misalnya ya itu harganya diluar batas nalar kemanusiawian :-D (yang saya maksud adalah jika itu buku baru dan kondisi normal, kalau sedang bazar/pameran ya gak bisa ngomonglah.., memang banyak buku asli atau ori tapi harganya murce gurice bikin isi dompet menari-nari :-D), lalu hal lain yang acapkali ditemukan untuk buku bajakan adalah kualitas kertas/cetakannya seperti foto copy, dan cover depan buku. Kalau lagi iseng coba periksa deh, umumnya cover depan buku asli/ori bertuliskan judul buku dengan rangkaian hurufnya yang cetak timbul, cetak timbulnya bisa kentara banget meski tidak diraba, atau yang harus kita raba dulu tulisannya baru berasa agak timbul, kurang lebih itu yang saya temui, baik untuk Buku karya anak bangsa, terjemahan, maupun buku-buku impor.
Nah, dari banyak pertanyaan yang masuk soal ori gak sih buku yang saya jual, saya ada rasa PD, apa sebab? Ya apalagi kalau bukan karena selama ini saya hanya menjual Buku Ori, Alhamdulillah. Jadi gak pernah ragu untuk menjawab semua buku yang saya jual itu ori luar dalem. Bahkan pernah salah seorang pembeli sampai beberapa kali tanya waktu mau beli bukunya kang Abik (Habiburrahman El Shirazy) yang judulnya "Dalam Mihrab Cinta", dimana si agan ini asli ragu banget karena sebelumnya beli buku yang ternyata semacam rangkuman dari 3 judul buku (sampai sekarang saya juga belum ketemu gambaran jeluntrungannya tuh novel yang dimaksud ), jadi pas mau beli di olshop saya, ya doi sempat "say sorry" kalau ada gurat keraguan keaslian buku yang saya jual. Saya sih sama sekali no problemo ditanya2, namanya juga jualan kan ya?, salah satu ikhtiarnya adalah menjawab semua pertanyaan calon pembeli meski tak dipungkiri kalau sudah rada banyak ya saya bisa sakit gondokan juga, tapi tetap saya upayakan santun (dan harus). Perkara akhirnya dirinya jadi membeli buku dari diriku atau nggak maka itu semua sudah masuk keputusan Allah. Toh misalnya belum jadi beli, maka Insya Allah saya akan tetap mendapatkan keuntungan, pahala sabar dari Allah jika saya legowo bahwa ini belum menjadi rezeki saya.
Okay balik lagi, Alhamdulillah agan tersebut akhirnya membeli, pun yang sebelumnya tanya ori atau nggak, finally dia pun membeli, bahkan kasih bintang , Alhamdulillah
Then, apakah saya selama ini gak pernah sekalipun menjual buku yang gak ori alias KW alias lagi Repro alias klonengan atau alias2 yang lain?.
Jadi gini, dulu awal-awal saya jualan buku tuh gak ngeh, gak sadar kalo Buku bajakan ternyata amat sangat mudah bergentayangan di jagad perbukuan. Saya lupa tepatnya, yang pasti pas saya masih di meja perkuliahan. Permulaan jualan buku ya nyoba-nyoba jualin buku-buku ex kuliah saya, dan Alhamdulillah laris, sekarang sudah gak bersisa buku komunikasi ex kuliah saya.
Dari situlah saya mencoba membeli buku bekas dulu, saya cari di pasar senen atau di Gramedia di booth yang diskon tapi labelnya dari best author yang best selling, atau yang harganya masih oke untuk dijual kembali (jadi serabutan aja dul-judulnya). Karena gak semua daerah di Indonesia itu mudah untuk mendapatkan buku, jadi misalnya saya beli buku diskonan di Gramedia atau di penerbit besar lainnya, Alhamdulillah ada saja pembelinya, mayoritas luar daerah dan luar Jawa.
Entah berapa kali saya membeli buku-buku kuliah (hanya yang untuk jurusan FISIP atau Komunikasi saja), dan dari situlah suatu ketika saya merasa ada feel "nih buku asli gak ya? Kok kayaknya kertasnya beda..., kok kayaknya tulisannya item-nya gimana gitu...". Namun saat ada feeling demikian sebagian buku sudah ada yang terjual, entah itu ori atau bukan (karena saya sungguh gak tau, kalau ragu ada), jadi misalnya nih disini kebetulan ada sobat yang pernah beli buku di saya jaman dulu sekitar tahun 2011an/2012an melalui lapak di Bukalapak dan OLX (dulu hanya 2 itu saja dan OLX masih bernama Tokobagus), dan agan merasa yang agan beli gak ori, saya mohon maaf dan dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya sampe beberapa puluh turunan ya gan (nah kan jadi sesi curhat lagi halal bihalal dah :-D)
Lambat laun saya semakin tahu bahwa dunia per-bajakan buku sungguh terstruktur, sistematis, dan masif adanya #halah. Konklusinya adalah, saya sebagai salah satu pemain dalam lingkaran literasi sudah seharusnya tidak menjadi bagian per-klonengan buku, at least saya tidak boleh andil dalam transaksi jual beli buku yang berstatus repro, bajakan, kw, palsu, non ori, bajakan, dan kata setaraf atau sejenis lainnya. Alasannya jelas karena Etika. Rasanya tidak lazim bagi saya bila ikut menjual buku yang non ori sedang saya adalah salah satu orang dalam barisan yang selama ini cukup cuap-cuap atau yang sudah sedikit paham Literasi en de geng, ironis aja bagi saya. Belum lagi kalau inget dengan almamater, tambah lagi pengalaman dimana dulu saat pakai putih Abu-Abu saya jumpalitan ikut ajang yang berhubungan dengan dunia Literasi, tambah gede aja feeling guilty-nya.
Sok idealis gak sih?, ya monggo saja me-label-i saya seperti ituh, hanya saja gak lebay juga kan bila hati saya berbisik sampai gaduh bila saya jualan buku KW?. Ini diluar soalan sikap menghormati para Penulis dengan segala jenis ide mereka yang luar biasa serta orang-orang di belakangnya yang dengan jerih payah akhirnya terbitlah sebuah buku. It's not as simple as we think so far loh untuk nerbitan sebiji buku aja..., ada banyak rentetan fase yang musti dilalui agar buku itu sampai di tangan pembaca.
Namun, saya pun paham bila minat baca dan apresiasi kita, warga negara RI tercinta masih minim soalan literasi apalagi buku, boleh cek en ricek sendiri, apalagi bila sobat cek di situs marketplace yang nyata bilang bukunya bukan ori. Ini bukan saya ingin mengajak bersama untuk memusuhi mereka yang asyik masyuk terlibat dalam kegiatan apapun untuk melulus-loloskan buku-buku bajakan loh ya, saya pahami mereka ada menjemput rezeki juga disitu, dan kita gak bisa serta merta melarang mereka, lawong demand-nya juga ada ta'iye?. But luckily, kita tetap bisa untuk memaksa diri sendiri agar menghargai sesama.