Kasus perundungan atau bullying masih kerap terjadi dan bahkan untuk kasus tertentu ada dari kita menganggap ini hanya sekedar iseng atau bercanda. Pelakunya juga beragam, mulai kategori anak -- anak hingga dewasa. Saya tidak tahu soalan prosentasenya, hanya saja saya lazim menemukan kasus Bullying yang berulang dan beberapa diantaranya terjadi disekitaran saya.
Sebelumnya saya sudah pernah membahas hal serupa manakala keponakan saya mengalami hal ini (selengkapnya di sini), dan untuk kali ini para peserta perundungan yang terlibat adalah tetangga saya.
Berawal dari status Whatssap salah satu tetangga saya yang mengungkapkan perasaan kekesalannya terhadap perilaku seorang anak (walau saya tidak tahu siapa pastinya identitas si anak hingga kini, tetapi disepakati anak tersebut adalah juga tetangga di komplek perumahan kami). Dalam status wa.nya ia berharap pelaku yang sudah kesekian kali menyembunyikan sandal anaknya (sebelah saja) agar tidak mengulangi kembali.
Kelihatannya biasa ya? hanya menyembunyikan sandal sebelah saja kok!, namun sudah beberapa kali (2 kali beneran gak ketemu, selebihnya ketemu tetapi anaknya harus mencari-cari dulu). Kejadian ini berulang, dan entah sikap ketidak nyamanan apalagi yang si anak terima hingga kadang dia pulang selepas bermain dengan anak itu maka si anak ini menangis,
akhirnya hingga saya menuliskan ini bundanya menyatakan bahwa perilaku anak tersebut menjadi sebab anaknya tidak mau ke masjid lagi dan tidak mau ke tahfidz (mengaji) lagi. Bundanya menambahkan bahwa perlakuan tidak menyenangkan yang anaknya terima ternyata sejak TK hingga anaknya sekarang kelas 3SD.
Baiklah, mungkin saya termasuk yang "alay" atau "lebay" karena hanya perkara remeh-temeh begini saja kok ya dibahas, ini cuman urusan sesama anak ingusan, yang satu menjahili yang lain, udah itu aja.
Oke gak papa bila ini dianggap sepele, namun tetap saja perbuatan (dan ini berulang yah) hingga membuat orang lain terganggu bukanlah salah satu adab kebaikan, pada dasarnya ini diluar prinsip kebaikan dan kebenaran (duh maafkan saya bila menggunakan diksi sebegitunya :-D), maka lumrah juga kan kita sebagai orang tua memutus mata rantai hal yang tidak baik tersebut agar tidak diulangi kembali yang mudah-mudahan berimbas pada perilaku anak kedepannya bahwa ini bukanlah perkara baik?.
Wajar bila ada tindakan lain misalnya menegur si anak yang menjadi pelaku secara langsung atau meminta bantuan kepada orang tua yang bersangkutan untuk memberitahu bahwa perbuatannya salah dan membuat gak nyaman anak lain. Rasanya tidak berlebihan bila dari awal kita ngobrol santai langsung dengan si anak (pelaku).
Saya melihat si korban jadi tidak mau ke masjid dan mengaji adalah juga ada andil orang tuanya dari awal melakukan pembiaran karena menganggap ini iseng.
Pun saya maklum bila orang tuanya menganggap "ah ini sih isengnya anak-anak ajah" dan mungkin bundanya punya pemikiran di awal bahwa kalau ini diteruskan kok kayaknya berlebihan ya..., namanya juga anak-anak ya gitu dunianya, berantem tapi gak lama akur lagi. Mungkin saya pun diawal boleh jadi punya pemikiran demikian walau untuk urusan seperti ini saya pastikan tidak boleh ada celah untuk diulang. Si ibu sudah mencoba berbicara ke suaminya manakala sudah kesekian kalinya, eh paksu alias ayahanda si anak malah mengatakan "perkara sandal aja kok jadi rame",
Ihhh saya kok jadi ikutan gemes tingkat perang mahabaratha yak hehehe, apalagi saya melihat langsung ekspresi bundanya yang sebelumnya menganggap ini iseng sekarang jadi ada rasa bersalah..