Lihat ke Halaman Asli

Memilih Untuk Bahagia

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1295965246653116306

Suatu hari sepulang dari mencari nafkah, sesampai di rumah, tidak biasanya saya ditegur belahan hati saya, “Pak, mukamu kok ditekuk begitu, senyum dikit kenapa?”. Sayapun tersadar merasakan otot-otot muka saya sedikit kencang dari hari-hari lainnya. Sayapun menyadari saat itu juga, betapa beban di pabrik sedemikian berat, mengatasi trouble mesin yang bertubi-tubi, mengejar deadline laporan, dan sesekali kena omelan atasan.

Tersenyum, ya tersenyum dalam Kamus Bahasa Indonesia Online di definisikan dengan tertawa dengan tidak bersuara berbeda dengan tertawa yang didefinisikan sebagai melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai. Saya tidak akan mempertentangkannya dalam konteks bahasa, namun saya hanya ingin membagi pengalaman saya beberapa hari yang lalu ini. Pengalaman hari itu memberikan pelajaran bagi saya, bahwa saya telah menyia-nyiakan kesempatan dan waktu untuk memilih menjadi bahagia, yup...saya dikendalikan oleh keadaan. Teguran ‘mesra’ dari belahan hati saya itu mengembalikan kesadaran bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih pilihan-pilihan hidupnya. Dalam kondisi tertekan pun akhirnya saya menyadari bahwa ada kebebasan untuk memilih, memilih mengendalikan keadaan atau dikendalikan oleh keadaan. Bayangan kembali ke suatu hari itu, saya merasa dikendalikan keadaan, karena kesadaran yang lepas maka seluruh pikiran dan hati menjadi ikut dalam kondisi tertekan, hati yang cemas, pikiran yang tertutup dan sempit. Dan akhirnya senyum dan derai tawapun hilang tertelan bumi.

Kesadaran untuk memilih, apapun itu, tidak serta merta didapatkan dari langit, sejauh yang saya tahu memerlukan waktu yang cukup lama untuk melatihnya, sangat bergantung dari kepribadian, karakter, masa lalu dan lingkungan yang membentuknya, masing-masing manusia sangat relatif waktunya. Untuk tahap-tahap awal berlatih adalah upaya yang tepat, selanjutnya adalah membiasakan diri, dalam hal ini memilih untuk bahagia. Ekspresi kebahagiaan salah satunya adalah tersenyum atau tertawa, dengan tersenyum dan tertawa menurut hemat saya akan mempengaruhi otak dan hati kita menjadi ikut berbahagia karenanya, sehingga energi positif akan keluar dari tubuh kita dan selanjutnya akan mempengaruhi langkah dan tindakan kita.

Energi positif yang ditimbulkan oleh senyuman akan memberikan kesan ramah, ceria dan menjadikan kita lebih percaya diri serta akan membuka cakrawala-cakrawala baru dan pilihan-pilihan yang lebih berwarna lagi tentunya. Efek lebih dalam lagi adalah kita dapat memandang keadaan pada perspektif yang berbeda. Contoh paling mudah adalah kondisi saya saat hari itu, kesadaran yang timbul setelah diingatkan istri saya membebaskan alam pikiran saya untuk selalu bersyukur bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang nasibnya masih tidak seberuntung saya. Dan saling berbagi adalah salah satu implementasi pilihan kebahagiaan itu.

Ilustrasi: gogirlmagz.com

Salam Hangat Kompasiana

Erfan Adianto

Seorang buruh biasa

-0-

Postingan saya yang lain di Kompasiana

Upaya Menutupi Anggaran Perjalanan Dinas Pejabat Tahun 2011

Dibalik Skenario Pembebasan Bea Masuk Impor Bahan Pangan

Lampu Kuning untuk Pemerintah

Menyikapi Iklan di Kompasiana

Pemakzulan, Sebuah Jalan Panjang

Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Checker

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline