Lihat ke Halaman Asli

Upaya Menutupi Anggaran Perjalanan Dinas Pejabat Tahun 2011

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12957913501624623443

Memperhatikan sinyalemen Sekretaris Jendral Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan bahwa anggaran perjalanan dinas pejabat tinggi negara sebesar Rp 24,5 triliun pada tahun 2011 melebihi angka yang dipatok pada RAPBN 2011 sebesar Rp 20,9 triliun, maka saya teringat kembali kegetiran masyarakat saat media dengan masif memberitakan perjalanan dinas anggota dewan ke berbagai negara Eropa beberapa waktu yang lalu.

Lebih lanjut tentang sinyalemen Sekjend FITRA tersebut adalah alokasi anggaran perjalanan dinas pada APBN 2009 sejumlah Rp 2,9 triliun namun berubah pada APBN-P menjadi Rp 12,7 triliun dan pada pelaksanaannya menjadi sebesar Rp 15,2 triliun , demikian pula pada untuk tahun anggaran 2010, APBN tahun tersebut pemerintah dan DPR menetapkan Rp 16,2 triliun untuk perjalanan dinas, akan tetapi pada APBN-P membengkak menjadi Rp 19,5 triliun. Terlepas benar atau tidaknya sinyalemen tersebut saya tertarik mendapatkan data-data tersebut. Data pertama yang saya temukan adalah Data Pokok Anggaran 2005-2011 tanpa kolom untuk APBN 2011 (hanya ada RAPBN 2011) dengan perincian No 2 Belanja Barang terdiri dari Belanja Barang, Belanja Jasa, Belanja Pemeliaharaan, Belanja Perjalanan, BLU, dan PNBP. Kita dapat menelusur item Belanja Perjalanan dalam RAPBN 2011 sebanyak Rp 20, 912 triliun

Selanjutnya data kedua yang saya dapatkan adalah Data Pokok Anggaran 2005-2011 dengan tambahan kolom APBN, namun yang cukup aneh adalah tidak adanya perincian No 2 Belanja Barang, sehingga pembaca tidak dapat mendapatkan data lagi Belanja Perjalanan. Seperti gambar berikut.

1295791573292767641

Terlepas dari mana sumber angka yang dilontarkan Sekjend FITRA tersebut yaitu sebesar Rp 24,5 triliun, dan menyikapi apakah benar atau tidak angka tersebut, fakta yang terlihat adalah keengganan pemerintah dan DPR membuka berapa sebenarnya anggaran untuk perjalanan dinas mereka di tahun 2011. Hal ini menjadi sesuatu yang bertentangan dengan keinginan presiden untuk melakukan penghematan anggaran melalui akan diterbitkannya Instruksi Presiden dan Peraturan Presiden terkait Penghematan Anggaran seperti janji presiden pada pengantarnya sebelum memulai rapat terbatas bidang Polhukam tanggal 7 Oktober 2010 yang lalu. Logika sederhana saya, apabila presiden sudah berkehendak demikian mestinya dalam Rancangan APBN 2011 dan APBN 2011 yang terangkum menjadi Undang-Undang No 10 tahun 2010 ini pos anggaran untuk perjalanan dinas mestinya menjadi lebih kecil dibandingkan pada APBN 2010, karena publik sudah mengetahui bahwa pos anggaran inilah yang mencerminkan pemborosan anggaran negara. Dan kondisi itu sampai saat ini diperjelas dengan belum keluarnya Inpres dan Perpres tentang Penghematan Anggaran seperti yang dijanjikan presiden.

Rasa penasaran saya membawa sampai kepada Undang-Undang No 10 Tahun 2010 tentang APBN ini untuk menelusur seberapa besar anggaran perjalanan dinas pejabat negara. Cukup rumit memang, namun saya menemukan kesimpulan yang sederhana, layaknya neraca keuangan, ada sisi pendapatan dan sisi pengeluaran / belanja, pada APBN ini sisi pendapatan jauh lebih rinci dari pada sisi belanja / pengeluaran karena banyak dijabarkan pada bagian Penjelasan Undang-Undang No 10 tahun 2010. Berbeda dengan sisi penerimaan, sisi belanja tidak terjabarkan secara rinci, hal ini karena mengikuti pasal 6 ayat 5.

“Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah menurut unit organisasi/ bagian anggaran, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan  Pemerintah”

Sembari menikmati nyanyian anak saya yang berjudul.. Naik Kereta Api..(tentu dengan lirik yang saya ubah)..

...Naik pesawat terbang...wes..wes..wes..siapa hendak turut..ke Inggris....Amerika....Bolehlah naik dengan percuma.....saya membuka kembali postingan sahabat saya Daeng Andi Harianto disini, tentang bagaimana seorang anggota dewan yang menggunakan perjalanan dinasnya.

Salam Kompasiana,

Erfan Adianto

Seorang buruh biasa

-0-

Postingan saya yang lain di Kompasiana

Dibalik Skenario Pembebasan Bea Masuk Impor Bahan Pangan

Lampu Kuning untuk Pemerintah

Menyikapi Iklan di Kompasiana

Pemakzulan, Sebuah Jalan Panjang

Akankah Gayus Di-Munir-kan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline