Lihat ke Halaman Asli

Erenzh Pulalo

Memanfaatkan Waktu untuk Menulis

Penyaluran Dana Otsus Seperti "Mendulang Emas"

Diperbarui: 16 Maret 2021   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Yofa Online. Wacana keberlanjutan otonomi Khusus atau Otsus dinilai gagal mensejahterakan rakyat Papua.

Otsus berjalan sudah bertahun - tahun dengan jumlah uang yang tidak sedikit mengalir ke khas Papua, namun bagaimana kehidupan masyarakat Papua?

Apakah Otsus memperkaya orang - orang tertentu atau mensejahterakan rakyat Papua ? Itu pertanyaan yang sering diucapkan oleh kalangan netizen.

Kehidupan masyarakat Papua dan Otsus ibarat "mencapai awan" (sesuatu yang sulit digapai dan dirasakan). Artinya masyarakat mendengar dana Otsus tetapi tidak bisa menggapai dan merasakan aliran dana tersebut.

Dana Otsus hanya untuk memperkaya orang tertentu dan masyarakat biasa tetaplah miskin. Kehidupan masyarakat tetap masih seperti dahulu kala, cara nenek moyang mencari makan masih berlanjut hingga saat ini.

Berkebun, mencari ikan, menokok sagu dan sebagainya guna mendapatkan sepotong makanan untuk anak dan istri. Rumah masih beralas tanah, atap daun, dinding gaba / daun sagu.

Sekarang salah siapa ? Dana Otsus tidaklah salah, tetapi sepertinya penggunaannya yang salah. Bila dimanfaatkan dengan baik pasti kehidupan masyarakat Papua lebih baik.
Penyaluran dana Otsus sampai kepada masyarakat tingkat bawah atau masyarakat diperdesaan seperti "mendulang emas".

Masyarakat hanya mendapatkan ampas pasir tetapi emasnya didapatkan oleh petinggi dan para pemimpin guna memperkaya diri.

Sekarang apakah Otsus jilid II akan berlanjut ? Semua kembali ke masyarakat Papua bukan kembali kepada pemimpin Papua. Kita harus berani bertanya kepada masyarakat kelas bawah, jika lanjut maka perlu dievaluasi lagi tetapi jika masyarakat Papua tidak puas dengan Otsus maka diberhentikan dan diganti dengan lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline