Lihat ke Halaman Asli

Ibrahim Bapak Segala Bangsa

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13511703571149929464

[caption id="attachment_205881" align="aligncenter" width="565" caption="Menjelang Idul Adha yang jatuh pada Senin (7/11/2011), transaksi domba China di Pasar Kashgar, China ramai dipadati umat Islam. (KOMPAS/M SUBHAN SD)"][/caption]

“Abraham Bapak Segala Bangsa”, sekitar 7 tahun yang lalu pemikiran ituterucap dari seorang budayawan nyentrik Remy Sylado.Sudah seperti biasanya ketika betemu om Remy selalu mendapatpencerahan pengetahuan yang setara dengan buku satu perpustakaan. Bayangkan kita hanya bertanya satu kata,beliau akan mengupas habis dan membuat kita tercengang karena referensinya bagaiakan computer berdaya simpan 1000 terabyte.

Saat itu saya, teman dan om Remy sedang asyik ngobrol, tepatnya kami berdua hanya sebagai pendengar.Sambil menikmati kopi buatantante Remy, di ruang tamu yang khas gaya Remy Sylado,serba warna putih dan hitam, kami asyik menyimak pemikirannya tentang bagaimana memandang suatu perbedaan dalam kehidupan berbangsa, sebagai suatu alam yang unik dan tiada duanya didunia ini. Bila manusia bisa menikmati indahnya hidup dalam perbedaan maka tak sulit untuk mencari persamaan. Ketika menemukan persamaan diantara perbedaan, maka akan merasakan bahagia yang luar biasa yang dapat dibawa dalam alam perasaan, bahwa diantara perbedaan itu ada persamaan.

Coba mengingat-ingat masa muda ketika sedang jatuh cinta dengan wanita atau pria yang kita kagumi, ternyata memiliki selera lagu yang sama, selera makanan yang sama……uh uh uh… betapa bergetar seluruh badan ini, seolah hidup semakin bergairah.

Ibrahim (panggilam bagi umat Muslim) atau Abraham (panggilan bagi umat Nasrani dan Yahudi) adalah sosok yang sama mengisi kitab suci bagi Muslim maupun Nasrani. Islam, Kristen dan Yahudi meyakini Ibrahim memiliki putra Iskak dan Ismail. Sampai pada Iskak dan Ismail, persaman keyakinan cerita atau sejarah keluarga Ibrahim masih nampak tidak ada perbedaan. Namun apabila mempelajari lebih dalam, terutama telah menyangkut peran siapa yang menjadi kurban penyembelihan akan bertolak belakang atau berbeda sama sekali.

Pemikiran Remy Sylado, mengamini perbedaan  masing-masing keyakinan, terutama tentang aktor yang menjadi kurban.  Disisi lain ada  persamaan pesan dalam  keteladanan   Abraham,  seperti ketaqwaan terhadap Tuhan yang tulus dan sanggup berkorban. Abrahm adalah poros persamaan yang perlu dapat  idola bersama dan menjadi referensi kesejukanketika melihat perbedaan sebagai persoalan dalam kehidupan manusia di bumi ini.

Rupanya pemikiran remy Sylado itu semakin asyik untuk menjadi bahan ngrumpi , ketika sebulan yang lalu kami bertemu, ngobrol santai, dengan DR. Ali Munhanif pengamat politik dari UIN  Jakarta, dan saya nyeletuktentang pemikiran Remy Sylado “Abraham Bapak Segala Bangsa”, beliaupun langsung menyambar dengan pemikirannya yang aktual untuk hari ini menjelang hari Raya Qurban:

Dalam tradisi keagamaan Islam, Idul Adha diyakini sebagai sebuah syari’at agama yang bermula dari syari’at Allah yang diturunkan pada Nabi Ibrahim. Yakni, sebuah perintah Allah kepada Ibrahim agar menyembelih putra terkasihnya yakni Ismail. Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak? Nabi Ibrahim telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri.

Dalam syariat itu, Ibrahim dipaksa untuk memilih satu dari dua hal: antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hatinya—yang berarti, Ibrahim tidak mengindahkan perintahNya. Namun, didasari sikap takwa Ibrahim yang kokoh, perintah Tuhanpun dilaksanakan.

Mas Ali terdiam sejenak, dan menekankan, sampai disini memiliki pesan yang sama kepada seluruh umat manusia. Bahwa Ibrahim sangat taat atas perintah Tuhan. Kemudian pandangan DR. Ali Munhanif itu diteruskan :

Ibrahim mempersiapkan putranya, Ismail, untuk disembelih, namun Allah menggantikannya dengan seekor domba. Kisah ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109. Taqwa, dengan demikian, menjadi ajaran inti Hari Raya Qurban. Bahkan, dalam bahasa Arab sendiri, Qurban derasal dari kata qurbah yang berarti “dekat”—intinya mendekatkan diri kepada Allah.

Melihat uniknya asal-usul syariat ini, ada pesan luhur yang ingin ditampilkan hari raya Adha kepada umat manusia, khususnya bangsa Indonesia:

Syari’at qurban pada Idul Adha telah menempatkan Ibrahim sebagai Bapak semua bangsa.

Pesan ini muncul karena, hampir semua kitab suci agama sebelum Islam, yaitu Taurat dan Injil, menceritakan tentang perintah Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih anak terkasihnya. Perbedaannya terlatak pada cerita bahwa, jika di dalam al Qur’an putera yang dipersembahkan kepada Allah itu adalah Ismail; sedangkan dalam Taurat dan Injil, putra yang dipersembahkan untuk penyembelian itu adalah Ishaq.

Namun perbedaan putra yang dipersebahkan ini tidak bisa menutupi pesan luhurnya, yaitu perintah Allah kepada manusia untuk berkorban berasal dari syari’at Ibrahim, sehingga substansi dari ritual ini sudah semestinya juga dimiliki oleh tiga agama itu: Islam, khususnya Yahudi dan Nasrani. Melalui syari’at kurban tadi, Nabi Ibrahim telah menjadi bapak segala bangsa, dan segala umat beragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline