Erenbeckam,12
"Jangan perlakukan dia seperti itu mas, bagaimanapun dia putraku," ibu menarikku menjauh lalu memelukku untuk melindungiku dari pukulan ayah. Alhasil, pukulan itu malah mengenai lengan ibu, ibu meringis menahan sakit tapi masih tersenyum sambil berujar, "tenang, semua baik baik saja." Dan aku hanya bisa terisak dalam pelukannya yang nyaman. Lalu sejak saat itu, aku begitu takut untuk bermain mobil mobilan di dekat ayah yang sedang membaca koran, aku tak mau kejadian yang sama terulang.
Waktu berlalu dan pada kenyataannya, aku masih sering menjadi sasaran pukulan ayah meskipun aku tidak sedang bermain mobil mobilan saat dia membaca koran. Bahkan seiring bertambahnya umurku, semakin sering pula ia melampiaskan amarahnya dengan pukulan. Dan jika ibu membantuku, maka pukulan itu juga diberikan kepada ibu, selalu begitu. Padahal, aku sudah berusaha untuk tak melakukan kesalahan sekecil apapun tapi tetap saja aku tak pernah luput dari cacian dan pukulannya. Kadang aku ingin bertanya kenapa ayah begitu membenciku, tapi bukankah apapun yang dilakukan orang tua adalah untuk kebaikan anaknya?, semoga!.
Aku sudah sering melihat ibu bersedih atau menangis, tapi hari ini matanya sampai bengkak dan memerah. Pasti dia menangis sangat lama tadi. Dia memelukku sangat erat seperti orang yang baru bertemu setelah berpisah lama. Percuma aku tanya kenapa atau ada apa karena aku sudah sangat hafal kalimat yang akan keluar dari bibirnya, "semua baik baik saja sayang." Tapi aku tak percaya dan akan aku cari tahu sendiri penyebabnya.
"Bisakah kau pelankan suaramu?."
"Kenapa?, agar anak harammu itu tak mendengar?," aku sedang mengendap endap ke depan pintu kamar orang tuaku dan kaget bukan kepalang mendengar sebutan anak haram yang dilontarkan ayahku itu.
"Jangan sebut dia anak haram mas!, aku tahu kamu begitu kecewa padaku, tapi jangan terus terusan mengungkit kesalahanku di masa lalu. Aku telah meminta maaf dan berusaha memperbaiki diri untuk menjadi istri yang baik. Aku tak pernah melarangmu melakukan apapun di luar sana ataupun selingkuh dengan siapapun saja. Aku pernah mengkhianatimu satu kali, dan kau sudah menghukumku setiap hari sepanjang hidupku, jadi tolong jangan libatkan Sonny dalam urusan ini, dia tak bersalah, aku yang salah," ibu terisak.
"Ratih, apakah engkau sadar , anak harammu itu, wajahnya yang begitu mirip dengan bapaknya itu, menyakitkanku. Setiap melihat anak itu, aku selalu teringat dengan pengkhianatanmu bersama bedebah itu, bagaimana dia sekarang?, masih hidup atau sudah mati?, yang pasti dia masih hidup di hatimu bukan?"
"Berhenti mengungkit ungkit dosaku mas!, aku sadar sadarnya kalau aku bersalah, tapi tak harus setiap hari kau ingatkan aku, aku sudah melakukan apapun yang kau minta."
"Kecuali mengusir anak itu setelah dia lulus SMA, engkau sudah lupa janjimu kan Ratih?, atau engkau sedang berpura pura lupa?." Tangisan ibuku semakin menjadi.