[/gambar; dok pri]
Lanjutan bab 2
Willy merasa begitu kesepian. Rani baru 2 minggu lalu meninggalkan Hongkong, namun bagi Willy sudah seperti 2 tahun lamanya. Semua kenangan bersama Rani, menari nari di kelopak matanya. Seolah olah, kenangan itu tengah mengejek ketidak berdayakan Willy melawan takdir.
Rani, dia perempuan yang mampu menyeret Willy menjauh dari lembah penuh dosa yang ia ciptakan sendiri. Sebelum mengenal Rani, dalam sehari Willy bisa menghabiskan satu bungkus rokok. Kedua bosnya sibuk bekerja, dan dua anak yang diasuhnya, tidak hanya sibuk bersekolah, tapi mereka juga sibuk dengan berbagai macam les. Hal itu memudahkan Willy untuk menikmati asap rokok kapanpun ia mau.
Belum lagi minuman keras. Setelah jam kerjanya usai, itu sekitar jam 8 malam, dua anak asuh Willy dilarang orang tuanya untuk mengganggu Willy, apalagi masuk ke kamar Willy yang terletak di belakang apartemen utama, tanpa ijin. Sedangkan Willy, dia bisa keluar masuk ke apartemen lewat lift belakang yang memang dikhususkan untuk pekerja.
Kadang, setelah membersihkan badan, Willy kongkow bersama beberapa tomboy asal Philipina, sambil menenggak minuman keras. Apartemen Sir Brian, bosnya, yang terletak di Redhill Peninsula, Stanley, memang banyak dihuni oleh ekspatriat dari berbagai negara. Banyak pekerja rumah tangga yang bekerja di area ini berasal dari Philipina, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris, bukan bahasa Kanton.
Hampir tiap malam, Willy dan teman temannya berkumpul di pinggir pantai sambil meminum bir, anggur, atau vodka. Dan kalau Willy sedang malas keluar, Willy sering meminum minuman beralkohol itu di dalam kamarnya. Mam Cathy dan Sir Brian juga senang minuman beralkohol, tak masalah jika Willy minum minuman keras, asal pekerjaannya beres dan anak anaknya terawat dengan baik.
Bukan itu saja, Willy juga pernah menjadi pengguna narkoba, pil koplo tepatnya. Dia biasa membeli pil haram itu saat menghabiskan hari libur di Buraqi, sebuah diskotik di distrik Wancai, setengah jam menggunakan bis dari tempat kerjanya. Dia membelinya dari seorang pengedar yang juga seorang BMI asal Indonesia, Novian. Menurut Novian, dia membeli pil terlarang itu di distrik Yuen Long dari seorang warga lokal Hongkong. Pil yang dibelinya 50 Dollar , dijual lagi seharga 75 dollar per butirnya.
Willy juga senang bermain main dengan hati para femme. Dengan wajah yang pada dasarnya cantik, Willy menjadi terlihat sangat tampan saat berdandan ala laki laki. Tidak perlu aksesoris bermacam macam, cukup dengan atasan T shirt atau kemeja, dan bawahan celana jeans belel koleksinya, Willy sudah terlihat begitu mempesona. Rambutnya pun dipotong pendek biasa, tanpa diwarna atau di model macam macam. Mungkin, karena penampilan yang apa adanya itu juga kalau banyak wanita yang tertarik padanya.
Willy gemar berganti ganti pasangan. Tanpa rayuan dan omongan bertele tele, banyak femme yang suka rela menjadi kekasihnya. Bahkan, banyak di antara mereka yang bersedia meninggalkan pasangannya demi Willy. Bodohnya lagi, para femme itu tidak segan segan mengeluarkan banyak uang untuk Willy. Mereka biasa membelikan pakaian, sepatu, tas, sampai gadged terbaru. Willy sangat menikmati perannya sebagai Casanova.
Dan Rani, dia begitu berbeda. Willy membutuhkan berbulan bulan untuk menaklukkan hatinya. Willy bahkan setuju dengan semua persyaratan yang diajukan Rani. Meninggalkan kebiasaannya bermain wanita, itu syarat yang mudah, karena sejak mengenal Rani hatinya telah terkunci untuk orang lain. Tapi rokok, minuman keras, dan narkoba, sulit sekali menghentikannya. Dia pernah hampir tenggelam ketika dia harus menenggelamkan kepalanya ke dalam bathup saat sakau. Sungguh, melepaskan diri dari setan yang bernama narkoba, membutuhkan waktu yang sangat lama. Willy kapok dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah menyentuhnya lagi.