Namaku Mei Hua, usiaku 16 tahun, kulitku putih, mataku sipit, rambutku hitam panjang terurai. Namaku Mei Hua, nama yang diberikan oleh papaku yang mempunyai arti kesuksesan dan kemakmuran. Papaku berharap dengan kelahiranku ke dunia maka kehidupan keluarga kami akan semakin sukses, makmur serta bahagia.
Aku putri satu satunya sedangkan dua kakakku semua laki laki. Aku sangat dimanja, semua yang aku minta selalu diberikan oleh papa, mama, atau kedua *kokoku. Hidupku sangat bahagia. Sebuah rumah yang megah laksana istana, pakaian pakaian indah dan segudang boneka.
Tapi entah kenapa, istanaku mulai nampak sempit untukku bermain dan aku ingin berlari di tengah padang rumput yang sering aku lihat lewat jendela. Papaku bilang tidak, mamaku bilang jangan, dan kedua kokoku menatapku tajam sambil menggelengkan kepala.
"Di luar sangat berbahaya, banyak pemuda berandalan yang suka mabuk mabukan, di luar juga banyak hewan liar yang berkeliaran," dan aku terdiam ketakutan.
Tapi malam itu, malam menjelang perayaan tahun baru kami, bulan bersinar terang dan musik nyaring terdengar bersahut sahutan. Aku terpana melihat padang rumput diluar sana, banyak sekali bunga bunga indah berwarna merah muda. Aku sangat ingin memetiknya untuk mama sebagai hadiah tahun baru. Lalu akupun diam diam berjalan keluar di tengah kerumunan handai taulan dan para pelayan yang tengah bersuka cita. Aku berlari kencang saat aku sudah berada di luar pagar rumahku yang megah dengan satu tujuan, padang rumput yang sedang berbunga.
Ah, aku bahagia, terlalu bahagia saat serumpun bunga sudah ada di tanganku. Sambil bernyanyi kecil aku melangkah pulang. Lalu, lalu ada tiga pemuda berjalan sempoyongan menghampiriku, tertawa nakal ke arahku lalu menyeretku kembali ke padang rumput itu. Mereka mencabik cabik baju merahku, mencium, tertawa, memukul, tertawa, lalu memperkosaku dengan bengis tanpa menghiraukan tangisanku, ratapanku, dan permohonan ampunku.
Dan kau tau setelah itu apa yang mereka lakukan padaku?, mereka mengambil paksa nyawaku dengan menjatuhkan sebuah batu besar ke kepalaku. Malam itu, malam pergantian tahun baru yang seharusnya penuh suka cita, aku harus kehilangan nyawa.
Setahun lalu, satu diantara tiga pemuda itu sudah mendapatkan balasan yang setimpal. Motornya tertimpa batu besar dan kepalanya hancur sepertiku. Kau tau?, malam ini, malam menjelang tahun baru kami, giliranmu yang harus mendapatkan balasan seperti temanmu itu. Kamu harus merasakan sakitnya saat kepala tertimpa batu besar. Sudah, tak perlu berteriak, anginpun tak sudi mendengar teriakanmu.
***
Sebuah batu besar tiba tiba melayang lalu menimpa kepala seorang pemuda yang tengah duduk sendirian di sebuah padang rumput di seberang rumah megah keluarga etnis Cina. Disana, di rumah itu, tak ada lampion, tak ada musik, pun tak ada pesta meriah menyambut Tahun baru Cina. Kebahagiaan mereka telah terampas sejak putri mereka, Mei Hua, ditemukan tewas mengenaskan di padang rumput yang tengah berbunga.