Lihat ke Halaman Asli

Era Sofiyah

Buruh tulis

Melirik Budidaya Porang, Transisi Hijau dan Transformasi Ekonomi Indonesia

Diperbarui: 22 Desember 2022   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa sangka tanaman porang jadi naik daun ? Porang atau dikenal juga dengan nama iles-kiles adalah tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri.

Manfaat porang ini banyak digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, selain juga untuk pembuatan lem dan "jelly" yang beberapa tahun terakhir kerap diekspor ke negeri Jepang. Umbi porang juga banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air, biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental.

Porang bahkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang, demikian dilansir laman resmi Kementerian Pertanian. Tak heran budidaya tanaman porang sangat populer pada sektor pertanian Indonesia dikarenakan tingginya permintaan ekspor atas tumbuhan ini.

Pasar ekspor porang sendiri meliputi Jepang, Taiwan, Korea, China serta beberapa negara Eropa. Oleh karenanya pemerintah melalui Kementerian Pertanian berencana untuk meningkatkan produksi pengolahan porang yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Tak mengherankan, budidaya porang saat ini menjadi primadona. Harga tanaman porang  bisa mencapai Rp 2.500 untuk satu umbi berukuran 4 kilogram. Sekitar 100 pohon tanaman porang bisa menghasilkan keuntungan Rp 1 juta. Jika dihitung, untuk 1 hektare tanah, bisa ditanami sebanyak 6 ribu bibit tanaman porang, nantinya bisa menghasilkan 24 ton/hektar. Jadi untuk hitungan kasar, jika tanah 1 hektare menghasilkan 24 ton umbi, bisa menghasilkan uang sebesar Rp 60 juta. 

Demikian, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk menjadikan porang sebagai komoditas ekspor andalan baru di Tanah Air. Kepala Negara juga meyakini bahwa porang akan menjadi makanan sehat di masa mendatang mengingat porang memiliki kandungan yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Mulai dari rendah kalori hingga bebas gula.

Kaitan hal tersebut, pemanfaatan umbi porang merupakan bagian dari transformasi ekonomi hijau yang menjadi prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan serta penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan.

Selanjutnya, ekonomi di masa yang akan datang perlu berevolusi, mengingat selama ini ekonomi hanya berfokus pada keuntungan pengelola, perusahaan tanpa memperhatikan kerusakan yang ditimbulkan akibat proses produksi yang dilakukan. Hal ini dikenal dengan ekonomi linear, dan harus dikurangi untuk menuju ekonomi sirkular. Kondisi tersebut akan menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi, lingkungan sosial dan sumber daya, tapi juga meminimalkan limbah yang dapat mencemari lingkungan. Sehingga, apapun yang digunakan akan dapat diolah dan digunakan kembali sebagai input produksi.

Pembangunan rendah karbon juga menjadi tulang punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia maju 2045 dan mencapai nol emisi pada 2060. Implementasi kebijakan Net Zero Emission melalui Pembangunan Rendah Karbon dapat diwujudkan dengan melakukan transisi menuju ekonomi hijau. Terdapat lima sektor penyumbang emisi karbon, yaitu kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk.

Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam UU No. 71 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yang menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia, sekitar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Indonesia menetapkan target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional.

Ke depan, Transformasi ekonomi Indonesia menjadi ekonomi hijau merupakan salah satu strategi agar Indonesia dapat keluar dari "middle income trap". Ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap menjaga kualitas lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline