Lihat ke Halaman Asli

Ibu Kotaku Juara Berkicau

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menanggapi berita di harian Kompas pada tanggal 31 Juli 2012. Kalian bisa lihat berita di link ini.

Jakarta menjadi Juara “tweet” sedunia. Berita yang biasa-biasa saja menurutku, akan tetapi fenomena apa yang terjadi dibalik terpilihnya sang Ibu Kota menjadi juara “Tweet” sedunia? “Tweet” yang berarti kicauan melambangkan bahwa warga Jakarta suka sekali mengobrol. Hal itu dapat dibuktikannya dengan menjamurnya pengguna situs-situs social network. Hal tersebut tidak hanya terjadi di Ibu Kota saja. Kota-kota di bagian Indonesia yang lain pasti juga banyak penggunanya.

Budaya Negara ini tidak bisa terlepas dari budaya ngobrol. Dari masyarakat kelas bawah maupun kelas atas pasti kita dapat menemukannya. Tukang becak pasti ngobrol dengan temannya ketika menunggu penumpang. Pekerja kantoran juga pasti ngobrol ketika tidak ada bosnya dikantor. Hingga anggota Dewan terhormat pun pasti ngobrol ketika sidang sedang berlangsung (no offense). Sehingga secara sosiologis budaya ngobrol sudah mendarah daging di dalam masyarakat kita.

Lha trus apa hubungannya ngobrol dengan status kota Jakarta yang menjadi juara pertama “Tweet” sedunia? Ya tentu saja hubungan ini begitu kental. Jumlah penduduk kota Jakarta merupakan jumlah penduduk terbesar di Indonesia dan menduduki ranking 4 untuk kategori kota dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Bayangkan saja jika 9.373.900 orang ini pada nge-twet bareng? Udah jangan dibayangkan nanti bisa merinding kalo bisa lihat laju keluar masuknya burung yang berkicau. :p, bisa-bisa langit Jakarta berubah menjadi biru gelap karena banyaknya burung yg terbang.

Kita gak usah pakai semua jumlah penduduk coz “twitter” biasanya cuma digunakan oleh masyarakat yang umurnya antara 13tahun-55 tahun. Pada usia tersebutlah frekwensi untuk bercerita, ngobrol, mencari existensi begitu besar.

Kejamnya Ibu Kota membuat mayarakat ini (masyarakat umur 13-55 yang suka nge-tweet) menumpahkan keluh kesahnya. Kita gak usah membicarakan apasih kejamnya Ibu kota. Saya rasa kalian dah pada pinter kok untuk mendeskripsikan sendiri-sendiri. Nah dalam fase inilah masyarakat Jakarta ngetweet dan ngetweet terus.

Ketika ada berita pemilihan Gubernur DKI, masyarakat Jakarta saling ngetweet. Ada info Lady gaga manggung mereka ngetweet juga. Walaupun Lady gaga gak jadi manggung mereka malah semakin kencang ngetweetnya.

Fenomena-fenomena seperti inilah yang menyebabkan situs-situs jejaring sosial laris manis bagi masyarakat kita. BlackBerry laku keras dan hasil yang cukup menggembirakan adalah terpilihnya Jakarta menjadi juara tweet sedunia.

Menurut pandangan penulis sendiri, fenomena ini wajar terjadi. Salah satu pelampiasan yang mudah dilakukan adalah dengan ngetweet. Mereka bisa menumpahkan keluh kesahnya disitu. Salah satu cara untuk mengurangi kestresan. Siapa yang mau ¼ hidupnya di Dunia hanya dihabiskan oleh “kemacetan” .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline