Lihat ke Halaman Asli

Pengacara Perceraian Kok Membuka Aib?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kompasiana / kompas.com


[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi Kompasiana / kompas.com"][/caption]

Banyak advokat/pengacara yang saat ini kebablasan. Khususnya pengacara (yang menangani) perceraian dan lebih khususnya lagi pengacara perceraian (yang menangani) selebritis. Kata ‘banyak’ di sini tidak berarti ‘semua’, dikarenakan masih ada juga pengacara perceraian selebritis yang tidak kebablasan. Kebablasan di sini dapat dilihat saat sang pengacara berinteraksi dengan pihak wartawan media massa.

Kebablasan yang lebih spesifik adalah pada saat pengacara perceraian membuka aib dari perkara perceraian klien/selebritis yang ditanganinya. Sering kali kita saksikan bersama, sang pengacara seakan-akan berlomba membuka aib pihak lawan dari kliennya. Senyatanya, sang lawan pun saat berperkara masih berstatus sebagai suami atau istri dari kliennya. Tak jarang sang pengacara menceritakan perselingkuhan lawan, hubungan suami istri, dan hal lainnya di luar persidangan guna mematahkan dalil-dalil lawan.

Bilamana ada keinginan dari sang pengacara, maka sebenarnya ia dapat berbuat dengan tidak membuka aib dari pihak lawan. Tindakan tersebut tentunya sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti termaktub dalam UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah dilakukan perubahan beberapa kali dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009 (UU Peradilan Agama). Adapun ketentuan UU Peradilan Agama tersebut menyatakan hal-hal sebagai berikut: Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup (vide Pasal 68 ayat (2)); Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup (vide Pasal 80 ayat (2)).

Selain ketentuan tersebut di atas, dalam Pasal 19 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat) pun turut diatur secara mendetil mengenai rahasia klien. Adapun ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut: 1. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang; 2. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat. Pun diatur di dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) mengenai kewajiban memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh Klien secara kepercayaan, serta tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara pengacara dan klien (vide Pasal 4 huruf h KEAI).

Hubungan dengan teman sejawat (yang menangani lawan dari kliennya) pun seharusnya dilakukan dengan dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai (vide Pasal 5 huruf a KEAI). Oleh karenanya, pengacara dalam melakukan bisnis kepengacaraan, selain dibatasi dengan peraturan perundang-undangan (pada khususnya UU Advokat), juga dibatasi dengan Kode Etik Advokat Indonesia. Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut di atas akan tercipta profesi Advokat yang terhormat dan mulia (officium nobile/a office nobile) dan menjunjung tinggi supremacy of moral, serta supremacy of law guna tercapainya keadilan yang substantif.

Salam keadilan… ;)

*Tulisan ini hasil kolaborasi antara "Tjakra Law" dengan rekan Abdul Lukman Hakim, S.H., Advokat pada MAA & Associates.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline