[caption id="attachment_352493" align="aligncenter" width="300" caption="Unduh dari Situs DPP PKB"][/caption]
"PKB prinsipnya bergerak pada konstitusi, selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol, kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Jazilul Fawaid pada hari Minggu, 10 Agustus 2014 (Republika Online, 10/8/2014). Adakah hal yang salah (secara hukum-an sich) dari uraian Jazilil Fawaid tersebut? Terkait hal aquo, berikut sekelumit pendapat 'analisis yuridis' penulis mengenai kedudukan Menteri dalam struktur pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”) guna menghindari kebingungan bagi masyarakat (awam) dan menempatkan suatu hal dalam proporsinya.
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4) Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.”
Selain ketentuan tersebut, ada baiknya kita melihat peraturan perundang-undangan terkait Menteri, yakni Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (”UU 39/2008”) yang diundangkan sejak tanggal 6 November 2008. Dalam UU 39/2008 tersebut, kita dapat melihat beberapa ketentuan terkait pengangkatan dan pemberhentian Menteri, serta syarat diangkat sebagai Menteri (vide/lihat Bab V Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian, Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 UU 39/2008). Selengkapnya ketentuan dimaksud berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 22 UU 39/2008: