Lihat ke Halaman Asli

Surat Kabar Pun Salah Soal 'Ahli'

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sudah menjadi kebiasaan penulis untuk tetap membeli media cetak alias surat kabar atau yang dikenal dengan nama koran, meskipun saat ini sudah menjamur media online. Alat yang dimiliki penulis pun sudah mumpuni untuk membaca media online sehari-hari. Dengan tablet dan smartphone cukuplah penulis membaca berita-berita yang ada di media online. Pertanyaannya adalah mengapa penulis masih membaca media cetak? Hal ini tentunya terkait dengan kebiasaan penulis untuk membuat tulisan hukum.


Bilamana atau seumpamanya ada hal yang salah dalam tulisan penulis, maka penulis masih dapat menyatakan bahwa tulisan penulis bersumber dari media cetak tersebut. Ibaratnya penulis masih menyimpan 'bukti' tersebut (Hehehe...). Akan terasa repot bilamana penulis mengutip hal yang salah dari media online misalnya, ternyata media online tersebut telah merevisinya dan kita belum menyimpan screnshot berita tersebut. Urusan yang tak sederhana dapat menghampiri kita dan penyelesaiannya pun akan memakan waktu. Itu salah satu alasan penulis dengan masih membeli media cetak.


Seiring perjalanan waktu, penulis semakin menggila membaca berita-berita hukum dan politik. Yang tentunya hal ini dapat dimaklumi mengingat profesi penulis di bidang hukum. Terlebih kebiasaan membaca berita-berita hukum semakin bertambah dengan adanya sengketa Pilpres 2014. Penulis tetap melahap media cetak sebagai referensi utama penulis dibandingkan media online. Penulis masih mempunyai sikap yang toleran bilamana media online melakukan kesalahan dalam pemberitaannya.


Contohnya mengenai kata 'saksi ahli' dan 'ahli' yang sempat penulis tulis di sini. Penulis berkata dalam hati, wajarlah media online tersebut melakukan 'kesalahan', "mungkin mereka terburu-buru dalam menayangkan berita tersebut". "Tentunya tidak demikian dengan media cetak," batin penulis. Ya, penulis masih mempunyai pemikiran positif terhadap media cetak dikarenakan penulis menganggap bahwasanya media cetak mempunyai banyak waktu dan banyak proses atas pemuatan dan tercetaknya berita di sebuah media. Waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan media online dalam pemuatan suatu berita.


Tak diduga, sore kemarin (sekarang sudah tanggal baru, 22 Agustus 2014) saat penulis membeli beberapa buah media cetak, penulis kaget bukan kepalang. Beberapa media cetak ternama, masih menuliskan kata 'ahli' dengan kata 'saksi ahli' terkait sengketa Pilpres 2014 yang bergulir di Mahmakah Konstitusi RI. Penulis berusaha menegaskan hal tersebut dengan penglihatan penulis. Apakah hal tersebut benar-benar terjadi atau tidak dan ternyata peristiwa itu (tertulis kata 'saksi ahli') benar adanya. Satu hal saran penulis atas 'kesalahan' tersebut, sebaiknya media cetak dan media online mulai mengikutsertakan para jurnalis dan editornya dalam suatu kegiatan "legal for non legal", agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.

Salam keadilan... ;)

*Media cetaknya belum sempat difoto...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline