DUA tahun lagi, tepatnya 2024, Indonesia akan menghadapi kontestasi akbar politik yakni Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Sebagaimana pemilu-pemilu di masa lalu, misalnya 2019, mendekati ke saat kontestasi tersebut suhu berpotensi terus memanas.
Menuju 2024, suhu panas menjelang tahun politik tersebut sudah mulai terasa sejak 2022 ini. Masing-masing kubu pendukung calon presiden kian masiv dalam menerapkan strategi pemenangan kontestasi.
Saat menghadapi Pemilu 2019, tensi politik menggelegak dengan kemunculan berbagai sebutan yang diindikasikan menyerang kubu lawan. Ada sekelompok orang yang menyerang lawan politik dengan sebutan kecebong, dan lawannya membalas dengan sebutan kampret. Belakangan muncul pula kadrun", yang ternyata singkatan dari kadal gurun. Kadrun ini diidentifikasikan sebagai kaum yang berpikiran sempit dan sektarian.
Istilah-istilah tersebut, yang oleh banyak kalangan dikatakan sebagai sinisme politik, merujuk pada militansi dari masing-masing kelompok pendukung. Padahal pada galibnya, dua atau tiga "perumpamaan" itu secara subtansial justru mengandung kesan memecah-belah, karena terkesan terus saling menjatuhkan.
Kecebong adalah sebutan untuk pendukung Joko Widodo, sementara pendukung tokoh selain Jokowi kerap disebut kampret dan belakangan kadrun. Fenomena tersebut sebenarnya terjadi sejak Jokowi bertarung dengan Prabowo Subianto pada Pilpres 2014.
Sinisme kecebong versus kampret dan belakangan kadrun terus menguat karena memang cenderung dibangun oleh kedua kubu yang berlawanan.
Setelah Jokowi menunjuk Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan pada Kabinet Indonesia Maju jilid 2, sinisme kecebong vs kampret/kadrun memang relatif tak lagi memanas, walau tak sepenuhnya benar-benar mencair, apalagi sudah guyub.
Menuju 2024, sangat mungkin sinisme politik dalam bentuk lain akan muncul. Istilah kecebong sangat mungkin sangat mungkin tidak akan dimunculkan lagi, mengingat Jokowi sudah dipastikan tidak akan bertarung lagi. Namun, istilah kampret atau kadrun bisa jadi kembali mengemuka, karena Prabowo Subianto berpotensi kembali maju untuk memperebutkan kursi RI-1.
secara umum, menuju kontestasi akbar politik pada 2024 tersebut tensi persaingan sudah menghangat. Sinisme politik baru menuju Pilpres 2024 sudah diwarnai dengan perseteruan kelompok celeng versus banteng. Perbedaannya, cebong vs kampret dan kadrun merujuk dua kubu berbeda. Sementara celeng vs banteng muncul di tengah polemik internal PDIP yang mendorong Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, maju menjadi Presiden.
Sebutan celeng hingga bebek muncul sebagai buntut deklarasi dukungan beberapa simpatisan PDIP kepada Ganjar Pranowo. Kelompok banteng, bisa dengan mudah dipahami, merujuk pada calon kuat dari PDIP lainnya, yang dalam hal ini tampaknya adalah Puan Maharani, Ketua DPR yang juga putri sulung ketum abadi PDIP Megawati Soekarnoputri.
Secara berseloroh sejumlah pengamat menyatakan bahwa mungkin saja semakin mendekati ke 2024 akan muncul istilah-istilah lain yang mengindentifikasikan calon-calon yang bersaing. Di samping istilah kampret atau kadrun yang menjadi "trademark" untuk kelompok pendukung Prabowo Subianto yang militan.