Pembukaan hutan lahan gambut, meningkatkan kerentanan terjadinya kebakaran. Material penyusun gambut berupa seresah daun dan kayu yang sebelumnya selalu basah. Namun pembukaan lahan gambut yang diikuti pembuatan kanal-kanal air lalu mengeringkan material gambut. Pada musim kering, hanya cukup dengan sebatang puntung rokok menyala, lalu dilempar ke lahan gambut kering sambil naik motor, maka kebakaran lahan gambut akan tercipta.
Akibat langsung dari kebakaran ini, masyarakat atau penduduk di sekitar lahan gambut, sangat dirugikan. Hal ini pernah dialami oleh seorang korban bernama Pak Sus yang tinggal di daerah yang dekat dengan lahan gambut. Ia sempat menceritakan kisah pilunya akibat kebakaran itu.
Sudah lebih dari sebulan Pak Sus tidak melihat matahari dengan jelas di sekitar rumahnya di Sumatera Selatan. Sinarnya hanya samar-samar terlihat, itupun hanya sesekali. Padahal siang hari itu seharusnya terik. Namun ini bukan karena matanya yang renta atau memiliki masalah dengan penglihatan.
Nafasnya pun tak lega menghirup udara yang masuk ke hidungnya. Bahkan sesekali saat udara memasuki tenggorokannya, batuk mendesak keluar. Dadanya terasa panas. Bukan karena ia punya penyakit pernafasan atau paru-paru. Bukan pula karena ia tinggal di kota besar dengan polusi udara yang pekat. Sementara apabila masker di depan wajahnya dilepas, hidungnya harus sering dibersihkan. Maklum banyak abu terbawa angin masuk ke lobang hidungnya.
Pertengahan tahun 2015, asap telah menutupi langit sekitar desa Pak Sus. Begitu pula desa-desa tetangganya, hingga ke kecamatan di sekitarnya. Kejadian ini selalu berulang setiap tahun akibat kebakaran hutan dan lahan, terlebih pada area gambut. Asap pekat menutupi lapisan udara di atas sehingga cahaya matahari selama berhari-hari tak mampu menembus ke permukaan tanah. Meskipun saat itu musim kemarau yang biasanya sangat terik.
Kebakaran gambut memang menciptakan kepulan asap sangat pekat. Warnanya putih, sesekali kecoklatan bila muncul api dari bawah lapisan gambut yang mengering. Ditambah kencangnya hembusan angin, penyebarannya sangat cepat, lalu menjadi sangat sulit dikendalikan. Kalaupun api sudah tidak menyala besar, bara yang tercipta di bawah permukaan menimbulkan kepulan asap sangat pekat. Asap itu melebihi kepekatan asap kebakaran di permukaan tanah.
Ini layaknya membakar tumpukan sampah di halaman rumah, lalu menutup bagian atasnya dengan tumpukan sampah baru. Selanjutnya akan muncul asap sangat pekat. Kira-kira seperti itu juga yang terjadi pada lahan gambut. Lebih parah lagi, banyak gambut dari kedalaman hanya beberapa centimeter, hingga belasan meter. Maka dapat dibayangkan sulitnya memadamkan bara api di bawah, yang terus menerus mengeluarkan kepulaan asap pekat.
Tak tahan dengan tebalnya asap yang mengganggunya dan keluarga, Pak Sus memutuskan ikut membantu pemadaman kebakaran lahan gambut sekitar rumahnya. Ia tahu, bencana asap kali ini banyak dilakukan oleh mereka yang hanya ingin cara mudah dan murah mendapatkan lahan garapan baru. Begitu pula yang ingin lahan lama yang diolah beralih dengan komoditas baru. Ia tahu bahwa si pembakar lahan gambut akan pergi begitu saja setelah tahu api tak lagi bisa dikendalikan. Apalagi setelah asap begitu pekatnya.
Kerugiaan Besar
Kemalangan yang menimpa Pak Sus dan keluarganya, masih belum seberapa. Kerugian akibat kebakaran lahan gambut bisa mencapai triliunan rupiah. Misalnya pada kebakaran hutan, lahan, dan gambut terjadi sangat hebat di tahun 2015. Kebakaran kala itu, mencakup wilayah hampir seluruh Indonesia. Catatan BNPB (badan Nasional Penanggulangan Bencana), pada jangka waktu 1 Juli -- 30 Oktober 2015, tercatat luas kebakaran mencapai 2.089.911 ha, yang terdiri dari 618.574 kawasan gambut dan 1.471.337 ha kawasan non gambut. Luas tersebut setara dengan 1.935.103 x luas lapangan sepakbola, atau 32 x luas DKI Jakarta, atau 4 x luas Pulau Bali.
Bank Dunia mencatat total kerugian yang dialami Indonesia dari bencana kabut asap itu mencapai Rp 221 triliun. Beberapa daerah bahkan mengalami perlambatan ekonomi pada triwulan III tahun 2015. Daerah tersebut antara lain; Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua. Tak hanya itu, Singapura dan Malaysia khususnya, mengirim protes khusus ke Pemerintah Indonesia.