Lihat ke Halaman Asli

Edy Priyatna

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Puisi | Apalagi Tak Punya Mentari Hanya Ilusi Mimpi

Diperbarui: 22 Desember 2019   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pixabay.com

Puisi : Edy Priyatna

Senyawa titik beratku masih banyak tertinggal. Akan tetapi tetap bukan untuk nagariku. Sebaliknya akan aku simpan diwadah. Demi untuk memberi minum anak. Pandai ahli sampah diperempatan jalan. Berburu makan pada tutup botol berkayu. Dan botol plastik bekas minuman.

Sebagiannya akan kugunakan membasuh. Jasmani tembuniku nan terbanjur bencah langka. Selamanya menyembur akibat ulah orang besar tamak. Lembaran keliling baru segera tiba. Bereskan dengan isi jangan sampai kosong. Maksud perjuangan harus selalu ada dan terus membara. Atas kata pendongeng ada sebuah nagari impian.

Terbukti kota ini sudah tak punya kamar. Apalagi tak punya mentari hanya ilusi mimpi. Para penguasa menutupi kebesaran sendiri. Menghayati sedihku bukan untuk nagariku. Orang besar berdasi telah tak pernah peduli. Sementara itu lingkungan selalu bersih. Mulai usia muda hingga beranjak menua.

Meskipun sekarang ini masih terus dites. Pakar kotoran tetap tidak berubah. Walakin nagariku semakin tergadai. Merupakan rebutan dalam bursa kuasa. Pembesar lalu jadi boneka pajangan etalase kapitalis. Sesudah musibah datang melanda. Justru berpikir menjanjikan lahan penanaman.

(Pondok Petir, 30 Nopember 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline