Lihat ke Halaman Asli

Hal Kekuatiran

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Matius 6:25Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?

Sungguh susah untuk mengikuti pedoman dari ayat ini. Dengan harga-harga yang semakin mahal (kecuali harga diri?), biaya yang semakin tinggi, dan gaji pas-pasan, seringkali orang tergiur akan kekayaan dan terpicu bekerja lebih keras dan lebih keras lagi, yang sesungguhnya baik adanya dibandingkan dengan mereka yang kemudian mencari jalan pintas dengan cara-cara tak benar.

Akan tetapi kombinasi kerja dan kekuatiran berlebih biasanya membawa dampak pada diri kita dan lalu keluarga. Kesehatan yang menurun, sering merasa tidak fit, emosi yang labil, mudah marah atau cenderung tak sabar, dan hilangnya waktu-waktu bahagia yang tak terbeli saat kita berupaya keras mencari materi untuk membelinya.

Di lain pihak, saya juga tak setuju pada anjuran untuk selalu pasrah dan bersyukur. “Jangan melihat ke atas melulu, lihat ke bawah. Banyak orang lain yang mati kelaparan. Semestinya kamu bersyukur.” Bersyukur bagaimana? Semestinya kita baru bisa bersyukur kalau kita bisa membuat banyak orang lain mampu berusaha dengan benar agar tidak mati kelaparan. Dan memang hidup itu lebih penting daripada makanan, tapi hidup bukanlah sekedar hidup bertahan dengan makanan ala kadarnya. Hidup adalah perjalanan mencari dan memenuhi tujuannya, dan menikmati perjalanan itu melalui apapun dan siapapun yang kita temui di dunia ini.

Maka marilah kita kuatir, bukan akan makanan, minuman, dan pakaian, melainkan akan hidup dan tubuh kita. Apakah yang akan Tuhan inginkan kita buat dengan hidup dan tubuh kita? Bagaimana kita mengajukan tawar-menawar mengenai keinginan dan ambisi kita pada Tuhan? Dan bagaimana caranya agar suatu saat kelak kita bisa tanpa sesal mengenang menikmati makanan dan pakaian yang baik dalam hidup yang sama baiknya?

Dan mari kita minta Tuhan agar diperkenankan menjadikan hidup kita penuh, sepenuh-penuhnya yang bisa kita capai, sambil dengan sadar menikmati saat-saat kita mengisinya, agar lebih berarti bagi diri sendiri, sesama, dan Tuhan. Amin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline