Pandemik COVID-19 mengubah pola perilaku masyarakat di berbagai bidang. Mulai dari adanya pembatasan sosial atau social distancing yang membuat masyarakat melakukan sebagian besar aktivitasnya dari rumah, sampai imbauan untuk menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan yang bergizi serta suplemen multivitamin. Perubahan kebiasaan inilah yang perlu diadaptasi kembali dalam menjalani aktivitas sehari-hari dengan aman, meskipun masih banyak ancaman dari COVID-19.
Dalam sebuah publikasi ilmiah berjudul “Enhancing immunity in viral infections, with special emphasis on COVID-19”, menunjukkan berbagai manfaat vitamin dan bahan asupan lainnya yang terbukti berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam upaya menghalau virus corona nCOV 2. Hal ini mendukung perubahan perilaku masyarakat untuk lebih mengkonsumsi asupan vitamin. Selain itu, menurut data dari beberapa marketplace di Indonesia mengenai tren belanja masyarakat juga menunjukkan prioritas belanja masyarakat terhadap kategori produk kesehatan ini menjadi kategori yang paling laris.
Bersamaan dengan meningkatnya upaya menjaga kesehatan, masyarakat menilai jamu sebagai salah satu produk yang lekat dengan produk alami dan dikonsumsi demi menjaga kesehatan. Seperti varian beras kencur, kunyit asem, dan jahe, menjadi produk jamu favorit di mata konsumen. Jamu mulai menjadi salah satu asupan favorit saat ini dengan harapan jamu dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah berbagai penyakit.
Dalam penelitian ditemukan bahwa konsumen sangat menggemari jamu olahan tradisional, dimana jamu gendong sebagai pilihan yang disukai ketika membeli Jamu. Selain itu jenis sajian jamu cold-press juga menempati olahan terfavorit kedua di mata konsumen. Sementara itu, di mata konsumen, persepsi yang melekat terhadap jamu adalah citra tradisionalnya dan seringkali juga dianggap sebagai obat.
Selain itu, Jamu juga dianggap sebagai minuman tradisional yang terbuat dari bahan alami yang kebanyakan diproses secara tradisional atau handmade.
Bahan alami yang menjadi bahan dasar dan utama jamu yang diyakini membawa khasiat yang menyehatkan tubuh dan menyegarkan badan. Selain itu, kandungan alami pada jamu diketahui menjadi pilihan bagi masyarakat ekonomi rendah-menengah sebagai obat alternatif dari obat-obatan modern. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa konsumen terbiasa mengkonsumsi jamu saat sedang sakit atau badan terasa kurang fit.
Ditemukan juga bahwa konsumen lebih terpengaruh oleh orang terdekatnya dalam keinginannya untuk mengkonsumsi jamu. Pihak yang paling berpengaruh dalam meyakini konsumen untuk minum jamu adalah kalangan dewasa umur >40 tahun. Keinginan seseorang meminum jamu semakin tinggi ketika mendapatkan pengaruh positif dari orang dekat atau keluarga, dalam hal ini konsumen dengan umur >40 tahun merupakan tipe konsumen jamu yang sangat Influential
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan akibat pandemi COVID-19 merupakan salah satu faktor bagi konsumen yang menumbuhkan keinginan untuk membeli jamu (64,32%) dan rutin mengkonsumsi jamu (63,82%). Ditambah lagi, hampir sebagian besar konsumen yang telah mengkonsumsi jamu di masa pandemi ini, mengaku merasa senang dan puas mengkonsumsi jamu. Bahkan, jamu dianggap sebagai sebuah kebutuhan di tengah adaptasi kebiasaan baru saat ini.
Lalu, mengapa masih banyak yang tidak mau mengkonsumsi Jamu?
Ternyata, masih banyak masyarakat yang tidak menyukai atau tidak rutin mengkonsumsi jamu pada kesehariannya, meskipun mereka mengetahui manfaat dan khasiatnya. Berdasarkan temuan, hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor rasa yang pahit dan aroma yang tidak sedap, (Gambar 1). Yang menarik, terlepas dari faktor rasa dan aroma, pandangan masyarakat terhadap jamu yang dinilai ‘kuno’ juga menjadi alasannya, (Gambar.2).
Apa yang bisa dilakukan oleh para penjual produk jamu?