Lihat ke Halaman Asli

Epit Rahmayati

Praktisi Kesehatan

Kidung Kerinduan

Diperbarui: 4 Agustus 2024   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia yang berlalu,
Membekas di relung kalbu
Mendayu-dayu, mengusik haru
Hingga diri kembali terpaku

Duhai,
Rindu terkenang akan diri
Mengetuk- ngetuk hari
Bila mana berjumpa lagi

Kemana kaki melangkah,
Menangkap bayangpun lelah sudah
Mencari ditiap sudut ingatan
Bila rindu datang meradang

*****

Rabu sore merambah petang, seperti biasa aku berkunjung ke rumah masa kecil. Kulihat dirimu tidak seperti biasa. Berbaju rapi, dengan jilbab bergo putih membalut kepala. Wajah keriput terlihat sayu, meski gurat kecantikan masih memancar dari anggunnya dirimu. Engkau duduk sambil tatapan menerawang, entah kemana. Sesekali menjawab pertanyaan yang kulontarkan menanyakan kondisi dirimu.

Sejenak setelah beberapa waktu, tetiba dirimu memintaku mengeluarkan isi koper yang bertengger disamping lemari pakaianmu. Untuk kemudian ditukar isinya dengan bajumu yang sudah tidak terpakai. Aku mengiyakan, tapi tidak saat itu, aku janji besok sepulang kerja mampir kembali, karena hari mulai gelap terlihat.

Tidak banyak cakap, engkau hanya menyelipkan selembar lima puluh ribuan, untuk jajan anak-anakku. Satu pesan pengingat ulang, engkau memintaku datang di hari Jum'at-nya, sekalian beberes bersama asisten rumah tangga yang memang datang membantu 3 hari dalam sepekan di rumahmu.

Jum'at, 03.30 WIB, keheningan malam sontak gemuruh. Seperti tersengat petir, jantungku mau copot. Sungguh menyesakan dan menyayat kalbu. Mak wafat! Nelangsa hati tak karuan, diaduk beragam rasa. Bagaimana tidak, sore kemarin baru bersua. Terngiang katamu memintaku datang hari ini. Ternyata ini maksudnya??? Teganya Mak, batinku teriris. Andai tahu engkau akan menjauh, setidaknya aku bisa menemanimu lebih lama, menghabiskan detik demi detik kebersamaan yang tak akan pernah bisa diulangi.

Kutatap wajah Mak dalam tidur panjangnya, tersenyum, melepas kepenatan fana menuju keabadian. Mengalir deras butiran bening,  tanpa bisa kucegah, saat  teringat permintaan Mak  kemarin. Selembar bahan putih panjang, beberapa kain batik dan handuk besar memenuhi isi koper hijau tua. Seperti isyarat, tapi aku tak menangkap.

Mak orang sederhana, hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR). Tapi Mak cukup rajin membaca, apa saja. Aku ingat sekali, Mak suka memperlihatkan serial Doyok di salah satu tabloid, dalam rangka mengajariku mengeja kata. Itu sebab meski dalam keterbatasan Bapak dan Mak tetap berjuang supaya kedelapan anaknya bisa mengeyam pendidikan minimal lebih baik.

Mak tidak romantis dalam kata, tapi pengorbanannya buat keluarga kental terasa dalam tindakan. Cekatan mengurus rumah, membantu mencari tambahan dengan membuat cemilan ringan dan urusan lainnya. Seakan Mak tidak ada kata istirahat untuk urusi keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline