Lihat ke Halaman Asli

EE dan LSD Sebagai Instrumen Komunikatif Pembangunan Berkelanjutan

Diperbarui: 4 Juni 2016   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pembangunan berkelanjutan menjadi salah satu diskursus global saat ini. Berbagai macam agenda kebijakan baik dalam skala internasional, nasional dan lokal banyak berbicara terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Sebagai contoh, pemerintah Belanda menggunakan pendekatan pendidikan lingkungan atau edukasi tentang lingkungan (EE) dan pembelajaran tentang pembangunan berkelanjutan (LSD) sebagai instrumen pokok dalam mengkomunikasikan isu pembangunan. Kebijakan EE ini sendiri telah diperiksa oleh Badan Penilaian Lingkungan (MNP) Belanda (Sollart, 2004). Hasil dari kajian tersebut kemudian dijelaskan dalam laporan yang berjudul “Adopt a Chicken” to Sustainable Urban Distics. Kajian tersebut berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan, antara lain:

  • Bagaimana pendekatan EE yang berbeda dapat memberikan kontribusi dalam proses memimpin praktek-praktek baru yang sifatnya berkelanjutan sehingga mereka semakin berbeda?
  • Bagaimana pembuat kebijakan (EE) bida menjadi lebih kompeten dan efektif dalam menggunakan instrumen-instrumen komunikasi untuk menggerakan masyarakat ke arah sustainability?
  • Apa peran pengetahuan dalam pendekatan-pendekatan tersebut?

Ada tiga pendekatan untuk EE dalam proyek penelitian ini yaitu:  pendekatan dominasi instrumental, pendekatan dominasi emansipatoris dan campuran keduanya.

 Instrumental Pendidikan Lingkungan dan Komunikasi

Pendekatan instrumental berasumsi bahwa adanya keinginan mengenai hasil yang berkaitan dengan perilaku akan adanya aktivitas EE yang diketahui, secara lebih atau kurang dapat disetujui dan dapat dipengaruhi melalui proses intervensi yang dilakukan secara berhati-hati. Pendekatan instrumental dalam EE diawali dengan proses formulasi tujuan secara spesifik  dalam perilaku yang disukai serta menghargai “target group” sebagai penerima yang pada umumnya bersifat pasif yang membutuhkan pemahaman jika intervensi komunikasi memiliki efek yang banyak.  Model ini sebenarnya dipopulerkan sejak abad ke-16 dan akhir abad ke-17 yang didasari pada kesadaran kemudian berlanjut pada tindakan (from awareness to action). Dalam model ini, setidaknya ada beberapa poin untuk instrumental pendidikan lingkungan dan komunikasi yang bisa digunakan tergantung pada hasil analisis perilaku dan intervensi sebelumnya (meningkatkan masalah kesadaran, mempengaruhi norma-norma sosial, perilaku, meningkatkan kontrol personal atau kombinasi yang didesain secara berhati-hati). 

Adapun strategi komunikasi yang dipakai untuk mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap lingkungan antara lain: kesadaran berkampanye, iklan layanan masyarakat, pelabelan lingkungan dan skema sertifikasi. Adapun kritik yang diberikan atas pendekatan ini yaitu adanya ketakutan akan manipulasi pengetahuan dan doktrin pendidikan yang berlebihan. Selain itu juga bahwa penggunaan pendidikan untuk mengubah tingkah laku manusia dalam perencanaan dan penunjukan ahli mempunyai suatu tindakan yang yang manipulasi dan adanya doktrin dalam pendidikan.

Pendidikan Lingkungan yang Emansipatoris (Emancipatory Environmental Education)

Pendekatan emansipatoris sangat berlawanan dengan pendekatan instrumental. Pendekatan ini mencoba untuk mengajak para warga negara supaya terlibat secara aktif dalam proses dialog untuk menentukan bagaimana penyusunan secara obyektif, membagi bersama akan makna dari suatu permasalahan serta berkumpul secara bersama-sama untuk menetapkan rencana aksi untuk mengubah diri sendiri dengan mempertimbangkan keinginan-keinginan dan harapan dari pemerintah itu sendiri serta memberikan kontribusi terhadap suatu program dalam masyarakat yang sifatnya berkelanjutan. Penekanan utama di sini adalah membangun kapasitas, agensi dan menciptakan ruang dan struktur yang kemudian memunculkan pembelajaran sosial.

Pendekatan emansipatoris sesungguhnya tidak mempertimbangkan hasil, tetapi lebih kepada pemberian ruang kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif, menampung suara-suara yang berbeda termasuk dari suara-suara kaum yang marjinal dan mungkin kadang terlupahkan. Pendekatan ini mengingatkan kita bahwa tidak mudah untuk menentukan bagaimana problem solvingdidekati.

Hubungan Pendidikan Lingkungan, Komunikasi dan Partisipasi

           Sosiolog lingkungan asal Belanda yaitu Gert Spaargaren mendasarkan teorinya pada strukturasi Gidden untuk membuat sebuah model hubungan antara aktor yang berorientasi pada pemenuhan pendekatan struktur. Pemusatannya adalah pada penanganan praktek sosial dan gaya hidup daripada mengubah sikap dan perilaku sedikit demi sedikit khususnya dalam bidang kesehatan dan program komunikasi.

            Martens dan Spaargaren menegaskan bahwa pergeseran dalam pemerintahan adalah pendorong utama untuk beberapa perubahan poilitik yang berlangsung di Belanda. Hal ini berkaitan dengan partisipasi dari warga negara terhadap negara menjadi kuat karena sudah masuk dalam tataran lifestyleyang dilakukan oleh manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline