Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengalami perubahan signifikan dalam struktur populasi dan perkembangan demografi. Perubahan ini dapat dilihat melalui lensa model transisi demografi, sebuah model yang menjelaskan tahapan perubahan angka kelahiran dan kematian yang berpengaruh terhadap dinamika pertumbuhan penduduk. Artikel ini akan membahas bagaimana Indonesia telah mengikuti jalur transisi demografi dari tahap awal hingga saat ini, serta tantangan dan implikasi yang dihadapi.
Tahap Pertama: Era Sebelum Modernisasi
Pada awal abad ke-20, Indonesia masih berada dalam tahap pertama model transisi demografi. Tahap ini ditandai dengan tingginya angka kelahiran dan angka kematian. Kehidupan di Indonesia saat itu masih sangat dipengaruhi oleh keterbatasan dalam sektor kesehatan, teknologi, dan ekonomi.
Angka kelahiran tinggi karena keluarga membutuhkan banyak anak sebagai tenaga kerja di pertanian dan untuk menjamin kelangsungan keturunan. Namun, angka kematian yang juga tinggi---terutama karena kurangnya akses terhadap perawatan kesehatan yang memadai---menjaga pertumbuhan populasi tetap stabil.
Tahap Kedua: Penurunan Angka Kematian dan Ledakan Populasi
Dengan masuknya perbaikan dalam sektor kesehatan dan teknologi medis, khususnya pasca kemerdekaan, Indonesia mulai memasuki tahap kedua dari model transisi demografi. Mulai dari tahun 1950-an hingga 1960-an, angka kematian secara signifikan menurun akibat adanya vaksinasi, sanitasi yang lebih baik, serta peningkatan layanan kesehatan masyarakat. Meskipun angka kematian menurun, angka kelahiran masih tetap tinggi, sehingga mengakibatkan ledakan populasi. Ini adalah periode di mana pertumbuhan penduduk meningkat secara drastis.
Tahap Ketiga: Penurunan Angka Kelahiran dan Program Keluarga Berencana
Memasuki dekade 1970-an dan 1980-an, Indonesia mulai masuk ke tahap ketiga, yang ditandai dengan penurunan angka kelahiran. Pemerintah Indonesia pada masa itu menyadari pentingnya mengendalikan pertumbuhan penduduk untuk mendukung pembangunan ekonomi.
Melalui kampanye besar-besaran tentang Keluarga Berencana (KB), pemerintah mendorong masyarakat untuk merencanakan keluarga dengan jumlah anak yang lebih sedikit. Program KB ini sangat berhasil dan menyebabkan tingkat fertilitas menurun drastis, dari 5,6 anak per wanita pada tahun 1970 menjadi 2,6 anak per wanita pada tahun 2010.
Penurunan angka kelahiran ini didorong oleh faktor-faktor lain seperti peningkatan pendidikan, terutama bagi perempuan, serta urbanisasi yang menyebabkan perubahan dalam persepsi tentang keluarga besar. Keluarga yang lebih kecil menjadi norma baru, terutama di daerah perkotaan.
Tahap Keempat: Populasi Menua dan Tantangan Sosial Ekonomi