Salah satu tantangan yang paling krusial dalam pendidikan kimia adalah kompetensi kimia siswa.
Pelajaran kimia, menurut Ghassan Sirhan, memerlukan keterampilan tingkat tinggi karena sifat abstrak dari subjek dan kesulitan belajar konten lainnya (seperti aspek matematika banyak kimia), yang diperlukan untuk memahami kimia dan ilmu lainnya secara lebih rinci.
Selain itu, menurut Mary B. Nakhleh, ketika siswa membuat gagasan mereka sendiri, mereka dapat menciptakan pemahaman tentang kimia yang berbeda dari apa yang diyakini dan coba disampaikan oleh guru. Ini telah diberi label sebagai kesalahpahaman, yang merupakan frasa untuk setiap ide yang berbeda dari interpretasi ilmiah yang mapan dari istilah tersebut.
Kesalahpahaman ini menghalangi pembelajaran selanjutnya begitu mereka tertanam dalam kerangka kognitif siswa. Setelah itu, pembelajar dibiarkan mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah mengandung pengetahuan palsu. Akibatnya, informasi baru tidak dapat diintegrasikan secara memadai ke dalam kerangka kognitif mereka, yang menyebabkan kurangnya pemahaman atau salah tafsir terhadap konsep tersebut.
Ada beberapa perubahan antara pendidikan kimia di sekolah sebelum dan sesudah pandemi Covid-19. Sebelum epidemi, para profesor menginstruksikan siswa menggunakan papan tulis, dan interaksi mereka dilakukan secara tatap muka di ruang kelas. Guru memberikan materi kepada siswa secara daring selama pandemi menggunakan berbagai media, seperti Google Slide atau Presentasi Powerpoint. Diskusi antara dosen dan mahasiswa dilakukan secara online.
Akibatnya, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menangkap konten dan tidak dapat meminta bantuan guru. Studi yang dilakukan oleh Yogi Udjaja dkk. (2018) menemukan bahwa siswa di sekolah Indonesia mengalami kebosanan selama proses pembelajaran. Kapasitas siswa untuk memahami dan menggunakan materi yang diberikan lebih jauh dibatasi oleh pembelajaran konvensional, sehingga lebih menantang bagi mereka untuk melakukannya.
Premis para peneliti didukung oleh survei dan komentar yang menunjukkan mayoritas siswa tidak menyukai pendekatan tradisional untuk belajar kimia. Karena kurangnya perubahan dalam proses pembelajaran, seringkali menjadi melelahkan dan menantang untuk dipahami. Beberapa siswa sehingga tidak memperhatikan di kelas. Penelitian Okada (2020) menemukan bahwa bersenang-senang sambil belajar memiliki efek positif bagi siswa, termasuk meningkatkan kewaspadaan dan menurunkan tingkat stres.
Selain itu, meningkatkan tingkat keterlibatan siswa dengan materi pembelajaran. Akibatnya, anak-anak dapat belajar lebih sukses dan membuat subjek tampak menarik dan sederhana.
Kimia, menurut Bahasa Oxford, adalah bidang ilmu yang berhubungan dengan identifikasi zat yang menyusun materi, studi tentang karakteristiknya dan cara mereka berinteraksi, menggabungkan, dan mengubah, dan penerapan proses ini untuk membuat senyawa baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H