Lihat ke Halaman Asli

Belajar Tidak Bisa Dinilai Seharga Satu Buah Permen

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Anak-anak usia SD akan sangat senang diberi sesuatu seperti permen sebagai imbalan atas prestasi mereka atau atas keberhasilan mereka menjawab soal. Hal tersebut akan bagus dalam pembelajaran jangka pendek tapi tidak bolah berlanjut karena kan membentuk budaya imbalan dalam belajar. Balajar tidak bisa dinilai hanya dengan sebuah permen. Biasakan anak untuk belajar menguraikan apa yang ada diotaknya secara bebas tanpa ada provokasi dari guru ataupun orang tua untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Belajar tidak hanya memperoleh materi lalu diberi soal dan yang bisa menjawab akan mendapatkan imbalan.

Sistem imbalan dalam proses pembelajaran sangat tidak dianjurkan karena hal tersebut akan melatih kebiasaan buruk pada anak. Mungkin manfaatnya anak tersebut akan termotivasi untuk bersaing, tetapi motivasi mereka hanya untuk imbalan tersebut. Persaingan dalam belajar baik tapi jika bersaing untuk memperolah imbalan nanti akan berhimbas pada kebiasaan jelek pada anak didik. Dalam buku Brain Based Learning dituliskan bahwa pembelajar yang mengalami stress dan kegelisahan dalam lingkungan mereka akan memilih motivasi eksternal, yang artinya sebuah system imbalan yang dapat diandalkan.

Awalnya, system imbalan akan sangat bekerja tetapi itu hanya pada tingkatan rendah saja. Guru sangat senang menggunakan alternative pilihan itu. Dikatakan pula pembelajar menjadi korban dari prinsis langit-langit kaca, yang artinya mereka belajar untuk berkinerja pada level terendah yang diperlukan untuk mendapatkan imbalan.

Para guru menganggap anak didiknya akan lebih cepat pintar dengan adanya imbalan, anak-anak menikmati dan merasa senang. Itu salah, dan merupakan pemikiran bodoh dari seorang guru. Imbalan akan merusak motivasi anak dalam jangka panjang, dan pembelajaran itu bukan model pembelajaran yang berkaulitas. Sebaiknya dibuang jauh-jauh adanya metode imbalan dalam pembelajaran di kelas. Sewjak usia dini anak tidak harus dan tidak boleh dikenalkan dengan metode imbalan ini, sehingga kelak tidak akan membentuk otak anak yang berimbalan.Anak-anak tanpa disodori secara nyata sebuah imbalan pun, mereka akan tahu sendiri apa yang akan nereka dapat jika mereka belajar dengan rajin. Belajar itu tidak bisa dinilai dengan imbalan karena belajar tidak ternilai harganya.

Disebutkan pula bahwa system imbalan dalam belajar akan semakin menciptakan “naga dikotomi berkepala dua” yang artinya (1) kegelisahan psikologis atas performa meningkat, (2) setiap imbalan membawa bersamanya kepastian nyata dari kesuksesan atau kegagalan (Jensen. Eric, 2009:424)

Sistem imbalan ditiadakan saja dan digantikan denag sistem pembelajaran lain, misalnya saja penekanan pembelajaran pada media audio visual, dorongan dari pendidik kepada pembelajar lebih ditingkatkan, menumbuhkan rasa kecintaan pada anak tentang asyiknya belajar. Jadikan anak-anak seperti mainan bagi kita tapi jangan perlakukan mereka sebagai permainan bagi kita. Karena mereka malaikat kecil yang memiliki imajinasi yang baragam dan indah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline